Bertemu Lalu Berpisah
Bertemu Lalu Berpisah
CHAPTER 1
Pagi yang indah menyinari kehidupan seseorang, tetapi tidak dengan seorang anak laki laki bernama Zen Alexandro yang sering dipanggil Zen. Ia tinggal di Indonesia, tetapi saat ini ia berkuliah dan tinggal di Amerika. Ia terlahir di keluarga yang kaya serta menjadi anak tunggal, tetapi kehidupannya tidak sebahagia seperti yang dipikirkan. Orang tuanya sudah bercerai sejak ia berumur 10 tahun dan ia sekarang tinggal bersama ayahnya.
• • • • •
Hari ini adalah hari dimana Zen masuk ke Stanford University. Pagi itu terasa sangat indah, matahari terbit menyinari tubuhnya yang tinggi, serta angin meniup lembut wajahnya yang lembut. Ia segera terbangun dari tidurnya dan bergegas pergi ke kamar mandi. Setelah itu ia bersiap untuk berangkat, tetapi tidak disangka ia malah melihat mamanya datang mengunjunginya dan sedang duduk diruang tamu sedari tadi. Melihat mamanya datang secara mendadak membuat Zen kaget dan bertanya tanya.
“Ngapain mama datang kesini? Bukannya mama sedang ada urusan bisnis di Inggris?” Batin Zen.
“ZEN!” Teriak ibunya Zen sambil melambaikan tangannya kepada Zen.
Lalu Zen mengangguk pelan, mengiyakan panggilan ibunya tadi dan berjalan menghampiri ibunya sambil bertanya.
“Ibu ada keperluan apa disini? Sampai urusan bisnis ibu yang ada di Inggris harus di tinggal?” Ucap Zen dengan ketus.
“Ihhh Zen mama kesini jauh jauh bukannya disambut malah diketusin gitu.” Ucap mamanya sebal.
“Iya deh ma, sekarang mama ngapain disini?” Tanya Zen sekali lagi dengan lembut.
“Emm mama mau mengajak kamu tinggal di Inggris dan melanjutkan kuliah kamu disana.” Ucap mamanya.
Mendengar hal itu Zen terkejut dan tentu saja Zen menolak ajakan mamanya.
“Maaf ma, Zen menolak ajakan mama karena Zen dari dulu sudah berencana untuk berkuliah dan tinggal disini.” Ucap Zen.
“Mama cuman mau kamu ikut dengan mama ke inggris Zen, apa kamu tidak kasihan melihat mama tinggal disana sendirian?” Ucap mamanya dengan sedikit memohon.
Tiba tiba terdengar langkah kaki menuju ruang tamu dan munculah Papanya Zen dengan masih berpakaian baju tidur. Papanya telah mendengar sedikit percakapan antara Zen dengan mamanya. Karena papanya mendengar hal itu maka ia jelas menentang hal itu dan memotong pembicaraan mereka.
“Tidak bisa, Zen akan tetap disini bersama papanya. Dan Zen tidak akan pernah pindah ke Inggris!” Ucap ayahnya dengan tegas.
“Apa apaan kamu ini, dateng dateng motong pembicaraan aku dengan Zen. Aku ini ibunya jadi aku yang lebih berhak atas Zen.” Ucap mamanya yang sedang terlihat kesal.
“ Zen udah pernah bilang ke kamu kan kalau dia ga mau ikut kamu Inggris, kenapa kamu malah maksa Zen ke Inggris lagi? Harusnya kamu tu sebagai ibu yang paling bisa ngertiin Zen bukan malah sebaliknya kamu malah maksa Zen ke Inggris!” Ucap papanya sedikit membentak.
Melihat kedua orang tuanya bertengkar Zen sangat sedih tapi ia tidak mau menunjukkan kesedihannya kepada siapapun, maka dari itu Zen segera memotong pembicaraan mereka.
“Udahlah ma... pa... kenapa si kalian tu setiap bertemu selalu aja bertengkar, Zen cape liat kalian selalu aja bertengkar apa lagi kalian bertengkar di depan Zen.” Ucap Zen dengan nada kecewa.
“Dari pada kalian ribut terus mending papa mandi karena papa juga kan harus berangkat kerja dan mama segera pergi ke Inggris.” Ucap Zen lagi.
“Yaudah kalau begitu, mama masih akan tinggal disini untuk seminggu kedepan.” Ucap mamanya
“Papa juga akan segera mandi karena bentar lagi papa akan segera berangkat kerja.” Ujar papanya sambil berjalan ke kamar mandi.
“Mama pamit dulu ya Zen. Kamu baik baik disini kalau papa jahat sama kamu, kamu bilang aja ke mama kan mama masih tinggal disini.” Ucap mamanya.
“Iya ma, Zen juga pamit dulu takut telat” Ucap Zen sambil berlari ke arah pintu.
• • • • •
Zen memang anak yang berbakat dan berpendidikan tapi di samping itu hubungan kedua orang tuanya tidak akur. Karena hal itu Zen tumbuh dengan kekurangan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Zen juga tinggal bersama papanya semenjak kedua orang tuanya bercerai. Tapi hal itu tidak membuat Zen akrab dengan papanya, melainkan Zen lebih akrab dengan mamanya.
Mamanya adalah seorang wanita karir dan ia terlihat muda serta berpendidikan. Ia sering di panggil Lucy. Panggilan Lucy sendiri di ambil dari nama bagian depannya yaitu Lucy Margaretha. Sedangkan papanya seorang pengacara ternama dengan kesibukan setiap harinya. Papanya sering di panggil Peter, nama panggilan Peter juga diambil dari nama bagian depannya yaitu Peter Wederson. Kesibukan dan keegoisan papanya yang menyebabkan kedua orang tua Zen bercerai, karena hal itu juga yang menyebabkan Zen tidak akrab dengan papanya.
• • • • •
Saat ini Zen telah sampai di depan gerbang universitas impiannya. Ia menatap kagum pada universitas impiannya itu, karena terdapat lapangan yang besar dan luas. Ia terus berjalan sambil mencari dimana ruang kelasnya berada. Tidak disangka di saat ia sedang mencari ruang kelasnya, ia bertemu dengan teman masa kecil nya dulu.
“Eh itu Frans kan? Temen masa kecil gw dulu, udah lama banget gak ketemu dengannya” Tanya Zen dalam hati.
Seketika ia berjalan menghampiri teman lamanya itu untuk memastikan apakah betul dia adalah Frans Aldebaran yang ia kenal dulu saat masih SMP.
“Hei Frans, apa kabar? Udah lama banget ni kita ga ketemu.” Sapa Zen pada Frans.
“Ehh Zenn, kabar gw baik kok kalau lu sendiri gimana? Baik juga kan? Ucap Frans bersemangat.
“Kabar gue juga baik kok, oh iya lu kenapa bisa ada disini?” Tanya Zen pada temannya itu.
“Iya gue disini karena nurutin saran orang tua gue untuk kuliah disini, kalau lu sendiri? Kenapa lu bisa ada disini?” Tanya Frans.
“Gue disini ya karena dari dulu emang impian gue masuk universitas ini, elu juga tau itu kan.” Ucap Zen.
“Eh, btw lu tau dimana kelas jurusan kedokteran berada?” Tanya Zen.
“Ohh ituu gue mah tau ada dimana, kebetulan banget gue juga masuk di jurusan yang sama kayak lu Zen,” Ujar Frans.
“Wah kebetulan banget berarti ya kita bisa masuk ke jurusan yang sama, mohon bantuannya ya untuk kedepannya senior Frans.” Ucap Zen sedikit bercanda.
“Hahaha bisa aja lu Zen, gue disini juga masih baru kali ga usah manggil manggil pake senior segala.” Ucap Frans sambil tertawa.
“Iya deh kan kita sama sama masih baru disini. Udahan lah bercandanya sekarang kita ke kelas dulu yuk takut telat nih, masa murid baru telat di hari pertama.” Ucap Zen sambil menarik tangan Frans.
Dan mereka pun berjalan menuju kelas mereka. Setelah sampai dikelas, mereka pun berjalan kearah bangku kosong yang tersisa. Terlihat hanya tersisa tiga bangku dibelakang saja dikarenakan mereka datang agak kesiangan maka mereka hanya kebagian bangku di belakang. Lalu mereka duduk di bangku masing masing.
“Zen lu liat geh bangku itu, keliatannya ada murid yang telat deh.” Ucap Frans sambil menunjuk ke arah satu bangku kosong.
“Iya gue juga liat kok dari tadi, kira kira siapa yang telat ya?” Ucap Zen.
Beberapa menit kemudian bel berbunyi, menandakan pelajaran pada hari ini akan segera dimulai tetapi pada hari ini mereka belum sepenuhnya memulai materi dan hanya sebatas perkenalan.
Tak lama kemudian seorang perempuan masuk ke ruangan mereka, dia terlihat cantik dengan rambut yang diurai. Seketika mereka melihat kearah perempuan tersebut. Seisi ruangan dibuat terpukau oleh kecantikannya, namun tidak dengan Zen.
Lalu cewek itu berjalan menuju ke arah bangku kosong yang tepat berada di sampingnya Zen dan bangku yang tersisa memang hanya satu. Zen juga sengaja tidak duduk bersebelahan dengan Frans, karena ia takut terganggu oleh ocehan ocehan Frans saat pelajaran berlangsung. Maka dari itu Frans duduk di depannya Zen dan bukan di sampingnya.
Frans yang heran melihat Zen hanya memainkan penanya sedari tadi ia berusaha mengajak Zen mengobrol.
“Eh Zen kok lu gak terpukau dengan kecantikan cewek itu si, gue aja yang tadinya sedikit ngantuk sampe melek seketika ngeliat cewek itu.” Ucap Frans dengan berbisik-bisik.
“Ga ah, ngapain gue harus terpukau sama dia. Itu mah lu aja yang hobi liat cewek-cewek cakep.” Ucap Zen sambil memainkan pena yang sedang ia pegang.
“Ah lu mah ga seru pantes lu kelamaan single. Ada cewek cantik aja lu cuek banget, gimana lu mau laku Zen.” Ucap Frans sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Sama-sama ga laku diem aja deh, btw di samping lu juga cewek tu. Dari pada lu juga ga laku mending lu sama dia aja.” Ucap Zen.
“Ga ah makasi, gue kan setia kawan. Kalau lu belom laku gue juga ga mau pacaran.” Ucap Frans meledek.
Terdengar suara langkah kaki menuju ke arah ruangan kelas. Seketika ruangan yang tadinya ribut menjadi sunyi. Kemudian muncul lah seorang laki laki yang sedikit sudah tua membawa kertas di tangannya.
“Selamat pagi semuanya, sebelumnya perkenalkan nama bapak Fredic Fernandez. Kalian bisa memanggil bapak dengan sebutan Pak Fredic. Saya yang akan menjadi dosen kalian disini. Hari ini kita tidak akan belajar tapi kalian akan mengenal lingkungan baru di Standford University ini” Ucap pak Fredic.
“Oh iya setelah ini kalian bisa keluar kelas untuk melihat lingkungan di Standford University. Dan saya juga ingin mengucapkan selamat datang untuk kalian semua di lingkungan baru ini.” Ucap pak Fredic lagi.
Setelah mereka semua sudah keluar kelas dan hanya tersisa 4 orang termasuk Zen dan temannya.
“Hai, boleh kenalan ga?” Sapa cewek yang duduk di sebelah Zen kepada Zen.
“Boleh” Jawab Zen dengan sikap cuek.
“Eh maaf ya temen gue ini emang cuek kalau sama cewek, tapi kalau udah saling kenal gue jamin orangnya asik kok.” Ucap Frans menjelaskan.
“Kenalin ini temen gue namanya Zen Alexandro, biasanya dipanggil Zen. Dan kenalin juga gue Frans Aldebaran, lu bisa panggil gue Frans, salam kenal ya.” Ucap Frans lagi.
“Salam kenal juga, gue Gwen Stacy, kalian bisa manggil gue Gwen aja ya.” Ucap Gwen memperkenalkan dirinya.
“Kalian ga mau keluar ni? Masa disini terus, disini sepi cuman 4 orang.” Ucap Frans.
“Ayok aja si gue mah. Eh btw itu cewek disamping lu ga diajak ngobrol? Kasian lo itu dari tadi bengong doang.” Ucap Gwen sambil menunjuk ke arah cewek itu.
“Iya juga ya, kok gue sampe ga sadar dari tadi ada tu cewek disini.” Ucap Frans.
“Kalian keluar aja duluan nanti gue nyusul kok.” Ucap Frans lagi.
“Oke deh, ayok Zen kita keluar.” Ucap Gwen sambil menarik tangan Zen.
Melihat itu Zen terkejut, dengan reflek Zen melepaskan tangan Gwen.
“Eh sorry sorry, gue gak sengaja pegang-pegang tangan lu.” Ucap Gwen menjelaskan.
“Iya tau kok lu ga sengaja, tapi tetap aja gue ga suka ada cewek yang megang tangan gue.” Ucap Zen.
“Iya kan gue juga udah minta maaf tadi.” Ucap Gwen dengan kesal.
Zen tidak menghiraukan perkataan Gwen. Ia langsung berjalan keluar kelas.
“Zen tunggu dong, masa gue ditinggalin kan tadi mau keluar bareng.” Ucap Gwen sambil mengejar Zen.
“Lu jalan cepet amat si Zen, gue sampai cape ngejer lu.” Ucap Gwen terengah-engah.
“Iya gue juga kan ga ada nyuruh lu buat ngejer gue.” Ucap Zen sambil terus berjalan.
“Iya deh, sekarang kita mau kemana?” Tanya Gwen sambil terus menyeimbangi langkah kaki Zen.
“Perpustakaan” Jawab Zen.
“Emang tau tempatnya ada dimana?” Tanya Gwen lagi.
“Tau, tadi gue sempat liat sebelum mau masuk ke kelas.” Jawab Zen.
“Oke deh gue ikut ke perpustakaan ya, soalnya gue ga tau tempat apa aja yang ada disini.” Ucap Gwen sedikit memohon.
“Terserah” Ucap Zen cuek.
Lalu Gwen tersenyum dan dengan cepat berlari ke arah Zen sambil terus menyeimbangi langkah Zen.
❤️❤️❤️
CHAPTER 2
Sementara itu di kelas, Frans mencoba memulai percakapan dengan cewek yang duduk di sampingnya.
“Hai, emmm.. boleh kenalan ga?” Ucap Frans.
Seketika cewek itu menoleh ke arah Frans, dan menjawab pertanyaan nya.
“Boleh kok, nama aku Casey Lawrence.” Jawabnya sambil tersenyum.
“Okei gue panggil lu Casey aja ya.” Jawab Frans membalas senyuman Casey.
“Iya ga papa kok terserah kamu aja enaknya manggilnya dengan sebutan apa.” Ucap Casey.
“Oke deh, yok kita nyusul Zen dan Gwen.” Ucap Frans mengajak Casey keluar kelas.
“Oalah yang cowok tadi itu temen kamu ya?.” Ucap Casey.
“Iya itu teman masa SMP biasanya di panggil Zen. Oh iya bicara sama gue ga usah terlalu kaku, lagi pula kita kan seangkatan” Ucap Frans.
“Oke deh, yaudah yok kita cari mereka.” Ucap Casey.
• • • • •
Disamping itu Zen dan Gwen yang sedang berada di perpustakaan tampak sedang sibuk mencari buku yang ingin dibaca.
“Ah ternyata disitu buku yang sedang ku cari, tapi letak bukunya ada di rak paling atas. Coba minta tolong Zen aja deh.” Batin Gwen.
“Zen, boleh minta tolong ambilin buku yang ada di rak paling atas itu ga?” Ucap Gwen sambil menunjuk kearah buku yang berwarna biru.
“Ga bisa gue sibuk.” Ucap Zen.
“Sibuk apanya, dari tadi diliatin cuman mondar mandir cari buku doang.” Ucap Gwen.
“Huh, emang seharusnya gue ga usah minta tolong sama lu. Dah jelas-jelas ga bakal di tolong juga. Yaudah gue sendiri yang ambil bukunya.” Ucap Gwen kesal.
Setelah Gwen mengatakan itu, Zen menoleh kearahnya terlihat Gwen yang sedang berjinjit berusaha mengambil buku itu dengan tangannya yang mungil.
Lalu Zen membantu mengambilkan buku tersebut karena ia melihat Gwen sedang kesulitan mengambil buku itu. Seketika Gwen menyadari ada seseorang yang membantunya. Hal itu membuat Gwen kaget sehingga Gwen menoleh kebelakang dan terjatuh.
Zen yang melihat Gwen hampir terjatuh reflek menangkapnya. Hal itu membuat mereka berdua terlihat sedang berpelukan.
Tak lama kemudian Casey dan Frans datang. Mereka kaget melihat Zen dan Gwen berpelukan di perpustakaan.
“Ekhmm... kalian lagi ngapain disitu.” Ucap Frans menggoda mereka.
Zen dan Gwen pun tersadar dan Zen segera melepaskan pelukannya. Tanpa Gwen sadari mukanya mulai memerah sedari tadi.
“Lu ga papa? Muka lu soalnya merah. Apa ada yang sakit gegara tadi?” Tanya Zen.
“Ga papa kok, cuman kaget aja tadi.” Jawab Gwen.
“Ohh... baguslah kalau begitu tadi gue juga ga sengaja peluk lu, entar lu jatoh gue yang salah pula.” Ucap Zen menjelaskan.
“ Iya makasih udah mau nolongin gue tadi.” Ucap Gwen.
“Oh iya Frans itu siapa yang di samping lu kenalin ke kita dong.” Ucap Gwen lagi.
“Eh iya, gue sampe lupa karena kaget liat kalian pelukan tadi. Kenalin nama dia Casey Lawrence.” Ucap Frans.
“Hai kalian bisa panggil gue Casey ya, salam kenal semuanya.” Ucap Casey dengan tersenyum.
“Salam kenal juga, perkenalin gue Gwen dan cowok yang disamping gue ini namanya Zen.” Ucap Gwen sambil menunjuk kearah Zen.
“Ga papa kok ga usah dikenalin juga, sekilas gue udah tau karena tadi Frans juga udah kenalin kalau dia namanya Zen.” Ucap Casey.
“Baguslah kalau begitu jadi gue ga usah capek-capek perkenalin diri lagi.” Sambung Zen.
“Jangan di masukin ke hati ya perkataan Zen. Dia memang begitu orang nya” Ucap Gwen kepada Casey.
“Iya gapapa kok.” Jawab Casey
“Eh duduk disitu mau gak? Capek ni dari tadi ngobrolnya sambil berdiri.” Ucap Frans.
“Boleh tuh, ayok lah.” Ucap Casey
Akhirnya mereka duduk di bangku yang berada di pojok perpustakaan itu. Mereka pun bercanda tawa disana. Kecuali dengan Zen, ia tampak sedang asik membaca buku yang sedang ia pegang. Sampai akhirnya penjaga perpustakaan itu menegur mereka karena mereka sangat berisik.
“Shutt.... Kalian jangan berisik disini, perpustakaan tempat untuk membaca buku dan belajar. Jika kalian ingin berisik silahkan keluar.” Ucap petugas itu dengan tegas.
“Eh iya maaf Bu, kami tidak akan mengulanginya lagi.” Gwen meminta maaf mewakili teman temannya.
“Eh abis ini istirahat ya?” Tanya Casey sambil berbisik.
“Iya nih kayaknya sebentar lagi bell istirahat berbunyi, kita kek kantin aja yuk abis ini.” Timpal Frans.
“Yukk.” Jawab Casey dan Gwen serentak.
Sedangkan Zen hanya mengangguk mengiyakan ajakan Frans. Setelah itu mereka hanya bisa membaca buku dengan tenang supaya tidak mengganggu pengunjung yang lain agar kejadian yang barusan tidak terulang kembali.
Satu jam telah berlalu bell istirahat pun berbunyi, mereka telah menunggu jam istirahat begitu lama di perpustakaan. Rasa lapar yang mereka tahan akhirnya berakhir dengan rasa lega. Mereka pun langsung bergegas pergi ke kantin bersama.
“Ayok guyss kita ke kantin.” Ajak Gwen dengan semangat yang melonjak karena sudah mendengar bell istirahat berbunyi.
“Ayok lah, gue juga sudah lapar dari tadi.” Lanjut Frans.
• • • • •
Dikantin...
“Rame juga disini ya kirain bakal sepi, makanannya juga banyak macam.” Ucap Zen yang sedang melihat sekitarnya.
“Yaudah lah yok langsung kita pesan aja makanannya, jangan banyak bicara gue dah lapar dari tadi nih.” Timpal Frans.
Tanpa berbicara panjang mereka langsung memesan makanan yang ingin mereka makan. Kemudian mereka makan bersama dengan satu meja. Keadaan disana penuh dengan suara ketukan sendok dan piring yang membuat suasana di kantin menjadi ramai.
Hari itu Zen hanya merasakan kehangatan yang diberikan teman temannya. Ia dapat mengenal mereka satu persatu, membaca buku dan bahkan makan bersama di kantin. Zen merasa dunianya yang dingin sedikit mencair karena canda tawa mereka.
Kehangatan yang dapat ia rasakan bersama teman temannya hari ini tidak akan pernah ia rasakan di keluarganya. Zen hanya berharap suatu saat keluarganya dapat memberikan kehangatan yang ia inginkan.
❤️❤️❤️
CHAPTER 3
Jam istirahat telah berakhir, saatnya mereka kembali ke kelas untuk melanjutkan pelajaran selanjutnya. Dalam perjalanan menuju kelas Gwen melihat Zen menabrak seorang perempuan. Buku perempuan itu berantakan di lantai tapi Zen menghiraukannya dan meninggalkan perempuan itu begitu saja.
Gwen yang melihat itu merasa tidak tega karena perempuan itu diabaikan oleh Zen padahal ia yang sudah menabraknya sehingga bukunya jatuh ke lantai. Lalu Gwen menghampiri perempuan itu dan membantunya.
“Bener bener ya tuh orang, cuek si boleh-boleh aja tapi ga kek gini juga kali. Padahal dia yang nabrak tapi ga mau minta maaf bahkan ga ngebantu perempuan itu.” Ucap batin Gwen merasa kesal.
“Gwen, ayok kita ke kelas. Lu kemana aja dari tadi di cariin ga ketemu tau nya ada disini lagi ngelamun.” Kata Casey yang seketika membangunkan Gwen dari lamunan.
“Ehh iya-iya” Jawab Gwen kaget.
Lalu Gwen dan Casey memasuki kelas dan berjalan menuju bangkunya masing-masing.
“Eh tadi kenapa lu lama banget ke kelasnya? Padahal rencananya mau ke kelas bareng, jadi gue duluan deh ke kelas tadi.” Tanya Frans pada Casey.
“Iya soalnya tadi gue cari Gwen dulu baru deh ke kelas bareng sama Gwen.” Ucap Casey menjelaskan.
“Padahal kalian baru kenal tapi keliatannya cepat banget akrabnya ya.” Ucap Frans.
“Iya dong lagi pula kita harus banyak-banyak teman kan dari pada musuh apalagi sekelas begini.” Balas Casey sambil tersenyum.
Selepas itu, Dosen yang bertugas mengajar pun masuk ke kelas mereka. Dan tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 4 sore. Dan kelas pun berakhir. Zen dan Gwen terlihat sedang membereskan meja mereka dan bersiap kembali kerumah masing-masing.
“Zen, Gwen, Casey gue balik duluan ya. Sampai jumpa lagi besok di kelas, oh iya nanti gue buat grup khusus kita berempat ya. Kalau ada yang mau di bahas kita bahas di grup aja.” Ucap Frans yang sedang menatap hp nya untuk membuat grup.
“Ohh, ok ok.” Jawab Zen.
Kemudian mereka pulang kerumah masing-masing untuk beristirahat.
Sesampainya Zen dirumahnya ia langsung menuju ke kamar untuk ganti baju, ia tak sengaja melihat dari jendela kamarnya bahwa tetangganya sedang membereskan barang barang untuk tinggal di sebelah rumahnya itu. Tak lama kemudian mamanya datang dengan membawa rantang berisi makanan kesukaannya.
“Zennn...” Teriak mamanya memanggil Zen.
“Iya ma Zen ada dikamar lantai atas.” Sahut Zen.
Mendengar anaknya yang lagi di kamar, mamanya pun langsung ke atas menghampiri Zen. Tak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu dari kamar Zen.
Tok...Tok...Tok...
“Mama masuk ya Zen.” Ucap mamanya yang terdengar sudah di depan pintu kamar Zen.
“Iya masuk aja ma, pintunya enggak Zen kunci kok.” Sahut Zen dari dalam kamar.
Kemudian mamanya pun langsung masuk kedalam kamar Zen.
“Zen, mama bawa makanan dan udah mama taruh di meja makan. Kamu turun buat makan dulu gih, pasti cape banget kan hari ini.” Ucap mamanya.
“Iya ma ini juga mau kebawah buat makan masakan mama, rasanya udah lama banget enggak dimasukin mama lagi. Biasanya makan bareng papa di restaurant atau pesan makanan cepat saji.” Ujar Zen.
“Makanya mama kesini bawain makanan buat Zen. Yaudah yuk kebawah dulu nanti baru cerita lagi.” Ucap mamanya.
Setelah percakapan itu, mereka langsung turun kebawah untuk makan bersama.
“Eh iya Zen, itu keknya tetangga kamu baru pindahan ya?” Tanya mamanya.
“Iya ma.” Jawab Zen singkat.
“Setelah selesai makan, kamu jangan lupa anter rantang ini ke tetangga baru kamu ya. Sekalian kenalan sama tetangga baru kamu biar cepat akrab. Mama juga sengaja loh masak banyak buat mereka.” Ucap mamanya bersemangat.
“Aduh mama ini ngapain si repot-repot masak buat mereka doang.” Ucap Zen risih dengan tetangga barunya itu.
“Iya ga papa dong, soalnya mama juga denger-denger yang jadi tetangga baru kamu itu cewek loh.” Ucap mamanya.
“Terus katanya dia itu pintar,cantik,berbakat. Keliatan cocok banget kalau bisa akrab sama kamu Zen.” Ujar mamanya lagi.
“Yaudah lah kalau mama maksa terus Zen bisa apa.” Ucap Zen mengalah dengan mamanya.
Setelah selesai makan, Zen pun langsung mengantarkan rantang itu. Setibanya dirumah tetangganya itu Zen mengetuk pintu dan tak lama kemudian pintu terbuka.
“Permisi bu, saya dari tetangga sebelah mau ngasih makanan ini buat keluarga ibu. Salam kenal ya bu saya Zen, semoga ibu dan sekeluarga betah tinggal disini.” Ucap Zen sambil menyerahkan rantang itu.
“Aduh makasih banyak ya nak udah repot-repot bawain makanan kesini. Ayuk masuk kedalam dulu nak.” Ucap ibu itu dengan ramah.
“Ah iya makasi bu tapi saya ada kerjaan yang belum selesai.” Ucap Zen beralasan.
“Siapa yang ada diluar bu?” Terdengar suara perempuan yang memotong pembicaraan mereka dan sedang menghampiri mereka.
“ZEN?!” Teriak cewek itu kaget.
“Loh Catherine??” Tanya Zen kanget.
“Kamu masih ingat aku? Aku engga nyangka banget kita bisa bertemu disini loh.” Ujarnya senang.
Ia bernama Catherine Rosalie biasa di panggil Erine dan ia adalah teman masa kecil Zen yang sudah lama tidak bertemu. Saat kecil Zen dan Erine memang selalu bersama sampai saatnya Erine harus pindah ke Amerika mengikuti Ibunya semenjak Ayahnya sudah tiada. Karena hal yang mendesak itu Zen dan Erine mau tidak mau harus terpisah sangat lama. Dan pada akhirnya mereka pun di pertemukan lagi.
“Kalian saling kenal?” Tanya Ibunya Erine.
“Iya Bu, bahkan kami bukan hanya sebatas saling kenal. Dia itu Zen teman masa kecil ku dulu, ibu enggak ingat?” Ucap Erine.
“Dan Erine sudah saya anggap sebagai adek kandung.” Ucap Zen menambahkan.
Mendengar hal itu Erine sedikit kecewa karena hubungannya dengan Zen selama ini hanya dianggap seperti adek kandung saja.
“Rin, kamu ga papa?kok mukanya jadi murung begitu?” Tanya Zen.
“Gapapa kok, udah yuk kedalam aja buat ngobrol- ngobrol.” Ajak Erine.
Setelah masuk ke dalam rumahnya Erine, Zen dan Ibunya Erine, mereka berbincang-bincang sambil membicarakan tentang kisahnya masing-masing.
“Btw Zen kamu kuliah dimana?” Tanya Erine.
“Di Standford University.” Jawab Zen dengan singkat.
“Ah dari dulu sifat kamu ga berubah ya, masih saja sama seperti dulu yang selalu cuek. Padahal kita sudah berteman sejak kecil.
“Stop Erine! Gue ga suka lu bahas itu terus” Bentak Zen.
Mendengar hal itu Erine pun terdiam dan percakapan mereka terhenti disitu karena hari pun sudah larut malam dan Zen pulang kerumah nya.
• • • • •
Keesokan harinya...
Zen bangun dari tidurnya dan mulai bersiap siap untuk mandi. Setelah mandi seperti biasa dia makan di meja makan dengan Papanya saja karena kemaren Mamanya sudah memberitahu kepada Zen bahwa hari ini mamanya tidak bisa datang kerumah untuk sarapan karena sedang sibuk dengan pekerjaannya.
“Papa dari mana aja kemaren? Dan baru keliatan pagi ini?” Tanya Zen sambil menyantap roti tawar miliknya.
“Papa abis lembur jadi pulang malam, hari ini juga papa lembur jadi kamu ga usah tungguin papa.” Ucap Papa nya.
“Papa ga bisa meluangkan waktu untuk makan bersama malam ini? Padahal malam ini Zen mau makan malam bareng mama dan papa.” Ujar Zen.
“Iya hari kamu makan malam berdua aja dulu ya sama mamamu.” Ucap Papanya.
“Setiap hari papa dan mama selalu aja mentingin kerjaan kalau begitu terus kapan kita bisa family time bersama lagi kayak dulu?” Ucap Zen.
“Masa lalu adalah masa lalu Zen, mungkin mama mu memang lagi banyak kerjaan begitu pula halnya dengan papa.” Ucap papanya.
“Yaudah lah percuma juga berharap lebih kepada hal yang tidak mungkin di dapatkan dari kedua orang tua sendiri.” Ucap Zen.
Lalu setelah mengucapkan hal itu, Zen langsung meninggalkan meja makan dan langsung berangkat kuliah dengan motornya.
Setelah sampai, Zen langsung ke kelasnya dan duduk di kursinya. Tak lama kemudian Frans datang dan langsung menghampiri Zen.
“Zen...” Panggil Frans sambil menepuk pundak Zen.
“Iya kenapa?” Tanya Zen cuek.
“Dari raut wajah lu gue tau si lu pasti ga tau kan kalau ada murid pindahan yang nanti bakal masuk di kelas kita.” Ucap Frans bersemangat.
“Emang lu tau dari mana kabar begituan?” Tanya Zen lagi.
“Iya pasti tau lah, kabarnya udah beredar sampe ke kelas sebelah gitu. Lu nya aja kali yang emang ga tau.” Jawab Frans.
“Iya lagi pula ngapain gue ngurusin yang begituan, Kerjaan gue banyak dan gue sibuk.” Ucap Zen.
“Iya deh yang paling sibuk.” Ucap Frans sambil tertawa.
Tak lama setelah Zen dan Frans selesai mengobrol, Bel pun berbunyi menandakan pelajaran pertama akan segera dimulai. Pak Fredic yang mengajar pun sudah datang ke kelas mereka.
“Oke pertama-tama sebelum memulai kelas hari ini, Bapak akan perkenalan murid pindahan dan bapak yakin kalian pasti bisa berinteraksi baik dengan murid baru tersebut.” Ucap Pak Fredic menjelaskan.
Dan suasana kelas mulai berisik karena membicarakan si murid pindahan tersebut. Termasuk Zen dan Gwen yang juga ikut membicarakannya.
“Eh katanya murid pindahan ini pinter loh terus katanya dia juga cantik.” Ucap Gwen memulai pembicaraannya dengan Zen.
“Iya terus kenapa?” Tanya Zen.
“Iya gapapa si, ya kali aja lu tertarik sama cewek cewek yang begitu. Lagi pula dilihat-lihat lagi lu cakep tapi kok masih belum laku sih?” Tanya Gwen sedikit kepo.
“Bukan urusan lu” Jawaban Zen cuek.
Lalu Pak Fredic berusaha menenangkan kondisi kelas yang ribut dan segera memanggil murid pindahan itu untuk masuk.
“Ayok nak masuk dan perkenalkan dirimu.” Ajak pak Fredic kepada murid tersebut.
“Halo teman-teman, Perkenalkan nama saya Catherine Rosalie. Kalian bisa manggil dengan sebutan Erine. Mohon bantuan kedepannya ya teman-teman.” Ucap Erine dengan sopan dan ramah.
“Oke Erine di persilahkan duduk di bangku kosong yang sudah disediakan ya.” Ucap Pak Fredic sambil menunjuk bangku kosong tersebut.
Respon Zen terlihat biasa-biasa saja setelah melihat murid baru tersebut adalah Erine. Karena Zen sebelumnya sudah menduga bahwa kemungkinan murid baru tersebut adalah Erine.
Setelah memperkenalkan diri Erine langsung duduk ke kursinya. Dan pembelajaran pun dimulai karena kondisi kelas sudah mulai tenang. Tak lama kemudian bunyilah bel pertanda istirahat. Kemudian pembelajaran terhenti untuk istirahat, murid murid pun juga sudah mulai keluar kelas. Begitupula dengan Zen dan teman-temannya
“Zen, ayok kita ke kantin.” Ajak Erine.
“Sebentar” Ujar Zen.
Tak lama kemudian Frans, Gwen dan Casey menghampiri Zen untuk makan bareng di kantin.
“Widihh kalian saling kenal satu sama lain yak.” Ucap Frans yang tiba-tiba datang ke tempat Zen.
“Tau ni Zen, kenalin ke kita dong jelasin sama kita juga ada hubungan apa antara kalian berdua.” Sambung Casey.
“Dia cuman teman masa kecil ga lebih.” Ucap Zen datar.
“Masaaaa sii?? Gue kok ga percaya ya??” Tanya Frans sambil menggoda Zen.
“Percaya atau ga percaya itu urusan lu.” Jawab Zen lagi.
“Aduh jangan galak galak dong. Tadi juga cuman bercanda kok.” Ucap Frans.
“Eh tapi katanya teman masa kecil itu bisa jadi cinta pertama loh.” Ucap Casey.
“Cie... Cie..” Goda Frans lagi.
“Ah ternyata Erine itu teman masa kecil Zen yah, pantas saja dari tadi Zen terus memperhatikan Erine. Tapi kenapa juga aku harus pikirin ya? Kan itu urusan mereka juga.” Ucap Gwen dalam hati.
“Hei Gwen dari tadi gue liatin lu lagi melamun ya?” Tanya Casey kepada Gwen yang menyadarkan Gwen dari lamunannya.
“Eh?I-iya ada apa?” Jawab Gwen yang terbata-bata karena kaget.
“Aduh kek nya Gwen laper deh makanya melamun tadi, hahaha.” Canda Frans.
“Yaudah yuk kita ke kantin langsung, keburu bel masuk nih.” Ajak Erine.
Mereka Pun segera ke kantin dan makan bersama dan tentunya juga ngobrol bersama. Setelah 20 menit berlalu bel pun berbunyi pertanda istirahat telah selesai.
Semua murid yang tadi nya sedang di kantin mereka langsung bergegas berlari ke kelas masing-masing begitu pula dengan Zen dan teman-temannya. Tak lama kemudian Pak Fredic datang ke kelas mereka.
“Baik anak-anak, ada informasi yang akan bapak sampaikan ke kalian jadi tolong simak baik baik ya.” Ucap Pak Fredic dengan l antang.
“Setelah bapak pikir bapak ingin ada seseorang yang menjadi ketua kelas di kelas kita ini. Dan Bapak sudah memutuskan bahwa ketua kelas kita adalah Zen dan Gwen menjadi wakilnya.” Ucap Pak Fredic lagi.
“HAH SAYA PAK??” Ucap Gwen dan Zen serempak.
Seketika mereka langsung menoleh ke arah satu sama lain dan wajah mereka berdua langsung memerah. Mereka yang sadar langsung saling membuang muka. Sedangkan Erine yang melihat mereka pun terlihat sangat marah dan tidak suka.
“Iya kalian yang bapak pilih karena bapak liat kalian sangat akrab dan bertanggung jawab jadi ini sekaligus bisa membuat pekerjaan kalian mudah karena sudah akrab.” Ucap Pak Fredic menjelaskan.
“Nah jadi kalau kalian ada kendala/masalah dalam kelas ini bisa langsung lapor ke bapak atau bisa lapor ke ketua kelas ya.” Ucap Pak Fredic lagi.
Setelah Pak Fredic mengumumkan ketua kelas dan wakil ketua kelas, mereka pun langsung melanjutkan pembelajaran hingga bel pulang berbunyi.
“Karena pembelajaran hari ini sudah selesai, kalian bisa pulang.” Ucap Pak Fredic sambil berjalan meninggalkan ruang kelas.
“Widihh yang baru jadi ketua kelas niee..” Ucap Frans yang lagi-lagi mendadak muncul.
“Diem bisa ga?” Ucap Zen.
“Idih cuek amat bro, yaudah lah gue pulang duluan ya ges. Pamit semua.” Ucap Frans sambil melambaikan tangan kepada Casey, Gwen, dan Erine
“Iya hati hati dijalan ya.” Ucap Casey sambil membalas melambaikan tangan.
“Gue juga duluan ya ges, udah sore soalnya.” Ucap Casey sambil berjalan ke luar kelas.
Sisalah mereka bertiga di kelas yaitu Gwen, Erine dan Zen. Tiba tiba Erine menghampiri Zen untuk bersifat manja di depan Gwen.
“Zenn hari ini aku ga ada yang jemput ni, boleh nebeng ga?kan arah rumah kita juga sejalurkan.” Ucap Casey sambil bersikap imut.
“Itu pasti alasan lagi kan biar bisa pulang bareng?” Ucap Zen.
“Ihhh engga kok Zen, kali ini beneran.” Ucap Erine sambil memberikan senyuman licik kepada Gwen.
“Yaudah, tunggu bentar gue ada perlu sama Gwen sebentar.” Ucap Zen.
“Gwen minta nomer hp lu.” Ucap Zen sambil menghampiri Gwen.
“Buat apaan nomer hp gue?” Tanya Gwen.
“Ya buat bisa berkomunikasi, kita bakal sering berkomunikasi karena sudah di tunjuk untuk menjadi ketua dan wakil ketua.” Jawab Zen.
“Iya juga ya, yaudah sini hp lu gue tulis aja nomer gue di hp lu.” Ucap Gwen.
Lalu Zen menyerahkan hp nya ke Gwen. Sedangkan Gwen menulis dan menyimpan nomer hp nya di hp Zen.
“Nih hp nya udah selesai.” Ujar Gwen sambil menyerahkan hp Zen.
“Yaudah gue pulang duluan bareng Erine. Sampai ketemu besok.” Ucap Zen.
Setelah itu Zen dan Erine keluar kelas secara berbarengan, dan disusul dengan Gwen. Sekilas muncul perasaan tak enak yang mengganggu pikiran Gwen.
“Kenapa gue keliatan ga suka banget ya kalau liat mereka sampai pulang bareng? Ah aku mikir apaan si sudah lah pulang dulu kerumah.” Batin Gwen.
Setelah Zen mengantar Erine kerumahnya, Zen juga langsung segera masuk kerumahnya. Lalu ia bergegas pergi ke kamar untuk beristirahat.
Hari hari ia lewati dengan biasanya. Zen selalu menyibukkan diri dengan tugas tugas yang diberikan dosennya bukan hanya tugas personal Zen juga harus banyak mengikuti kegiatan yang di rekomendasikan dosennya dan karena hal tersebut ia hampir tertinggal materi mata pelajaran.
CHAPTER 4
Seminggu sebelum ujian dilaksanakan
Diruang dosen...
“Terima kasih Gwen sudah bersedia hadir kesini karena ada hal yang ingin bapak sampai kan.” Ucap pak Fredic.
“Ada hal apa ya pak?” Tanya Gwen.
“Bapak ingin seminggu ini kamu mendampingi Zen untuk mengejar materi-materi yang sudah tertinggal jauh.” Jawab Pak Fredic.
“Tapi kenapa harus saya pak?” Tanya Gwen lagi.
“Karena kamu bapak lihat kamu mampu untuk mendampingi Zen. Dan nilai kamu termasuk tertinggi yang kedua setelah Zen selama ini. Mana mungkin bapak menyuruh orang lain kan?” Jawab Pak Fredic.
“Yaudah deh, saya mau ga mau harus nerima tawa ini.” Ucap Gwen.
“Kamu jangan khawatir Gwen, bapak janji ini tidak akan menggangu pelajaran kamu di sekolah, kamu bisa mendampingi Zen di luar jam sekolah. Dan bapak menjanjikan kamu akan mendapat nilai plus kalau mampu mendampingi Zen dengan baik.” Ucap Pak Fredic menjelaskan.
“Iya si penawarannya ga bakal merugikan saya juga, baiklah pak saya akan melakukannya.” Ucap Gwen.
Setelah membahas itu, Gwen kembali ke ruang kelas nya. Dan kembali mengikuti pembelajaran dan mengerjakan tugas yang telah diberikan dosen. Setelah 3 jam berlalu terdengar bunyi bel yang menandakan jam istirahat, lalu kelaspun di bubarkan.
Seperti biasa teman-teman Gwen makan di kantin, dan Zen pun harus terpaksa ikut. Dan karena Zen ke kantin makan disitu juga Erine ikut bergabung bersama mereka.
“Eh Gwen lu kenapa tadi dipanggil Pak Fredic ke ruang dosen?” Tanya Frans kepo.
“Iya nihh, ceritain dong. Pak fredic ngomong apaan aja.” Sambung Casey.
“Aihh, kalian ini memang bener-bener ya. Selalu aja kepo sama urusan orang lain.” Jawab Gwen sambil memakan mie yang ada di mangkoknya.
“Iya donggg.” Jawab Frans sambil cengar cengir.
“Ga bahas hal yang serius amat juga si, cuman nyuruh dampingin Zen untuk ngejar materi yang tertinggal aja.” Jawab Gwen.
“Hah? Serius?” Sambung Erine dengan wajah kaget.
“Loh ngapain lu sampe kaget sampe begitu, ya wajar dong wakil bantuin ketuanya.” Ucap Casey menjawab perkataan Erine tadi.
“Iya gue katanya disuruh dampingin Zen saat di luar jam sekolah.” Ucap Gwen.
“Wah berarti kalian harus sering ketemuan berduaan nich?” Ucap Frans menggoda Zen dan Gwen.
“Hari ini sehabis mapel selesai gue kerumah lu aja.” Ucap Zen Cuek.
“Hemm Okey deh, jangan lupa untuk bawa buku yang diperlukan.” Jawab Gwen.
Setelah mereka banyak berbincang-bincang. Bel yang menandakan istirahat telah selesai pun selesai. Mereka pun kembali ke ruang kelas dan melanjutkan pembelajaran hingga bel yang menandakan pembelajaran telah berakhir pun berbunyi. Sehingga kelas pun dibubarkan.
“Tunggu bentar Zen.” Teriak Gwen sambil menarik tangan Zen.
“Apaan” Tanya Zen.
“Lu ga lupa kan sama ucapan lu tadi di kantin.” Ucap Gwen mengingatkan.
“Iya ga lupa” Jawab Zen santai.
“Oh Syukurlah kirain bakal lupa.” Jawab Gwen lega.
“Mau pulang bareng? Biar sekalian kerumah lu nya ga ribet.” Ucap Zen.
“Hah?kesambet apaan kok bisa nawarin gue tumpangan, tapi kalau emang mau nganter si gue terima-terima aja.” Ucap Gwen.
“Lu jangan kegeeran dulu, gue mau nganter lu karena biar ga ribet aja.” Jawab Zen menjelaskan dengan malu- malu.
“Iya deh.” Jawab Gwen.
Lalu Mereka pun segera keluar kelas dan menuju ke area parkir. Tanpa sepengetahuan mereka, dari tadi Erine menguping pembicaraan mereka dan wajah Erine sekarang ini sangat marah. Ia tidak terima karena Zen mulai dekat dan perhatian ke Gwen. Tapi untuk sekarang ia tidak tau harus berbuat apa.
• • • • •
Dirumahnya Gwen...
“Ini rumah lu?” Tanya Zen.
“Bukan rumah si, lebih tepatnya gue ngekost disini.” Jawab Gwen menjelaskan.
“Emang orang tua lu mana?” Tanya Zen lagi.
“Orang tua gue dah meninggal sejak gue kecil.” Jawab Gwen dengan wajah sedih.”
“Ahh, maaf-maaf gue ga bermaksud buat ungkit masalah itu. Gue juga ga tau makanya gue nanya.” Ucap Zen menjelaskan.
“Yaudah itu juga kejadian sudah lama ga usah di bahas lagi sekarang.” Jawab Gwen.
“Lu serius ga papa?” Tanya Zen khawatir.
“Iya gapapa kok, yaudah yok masuk kedalam aja.” Ajak Gwen.
Mereka pun masuk kedalam kost-an Gwen untuk belajar bersama. Mereka menghabiskan waktu bersama sehingga Gwen pun tertidur lelap di meja belajarnya karena sangat lelah. Lalu Zen yang melihat itu pun menghampiri Gwen di meja belajarnya. Tanpa sadar Zen pun mengelus kepala Gwen dengan lembut. Hal itu membuat Gwen terbangun.
“Ah Zen kenapa kesini? Materinya ada yang susah ya?” Tanya Gwen sambil merapikan rambutnya yang acak- acakan.
“Ga kok, lagi pula lu keknya udah terlihat cape banget hari ini.” Ujar Zen.
“Yaudah lu pulang gih dah malem juga ini, nanti tetangga pada mikir yang aneh-aneh kalau sampe terlalu larut pulangnya.”
Akhirnya Zen pun pulang kerumahnya untuk melanjutkan kegiatannya.
Pagi hari pun telah tiba, Zen mulai melakukan kegiatan pagi harinya seperti biasa. Dan berangkat kuliah seperti biasa. Setelah sampai ke tempat kuliah nya, Zen langsung menyusul Gwen di perpustakaan untuk melanjutkan pembelajaran kemaren malam.
“Zen sini-sini.” Teriak Gwen sambil melambai-lambaikan tangannya.
“Iya bentar.” Ucap Zen.
Setelah itu Zen menduduki kursi disebelah Zen. Dan saat ini Zen sedang mengerjakan latihan soal yang diberikan oleh Gwen sedangkan Gwen sedang membaca buku yang telah dia pilih sebelum Zen datang.
“Gwen sering kali membaca buku sebelum pelajaran dimulai dan memperhatikannya cukup menyenangkan juga.” Batin Zen.
“Kalau diperhatikan lagi ujung bibirnya akan naik atau keningnya akan sedikit berkerut. Ia menunjukkan ekspresi yang beragam. Aku jadi ingin melihat setiap perubahan ekspresi kecilnya.” Batin Zen lagi.
“Zen udah selesai belom kerjain soalnya?” Tanya Gwen yang membangunkan lamunan Zen.
“Eh? Bentar lagi selesai kok” Jawab Zen terbangun dari lamunannya dengan pipi yang memerah.
“Ada yang susah ya?” Tanya Gwen.
“Kenapa dari tadi liat ke gue mulu? Emang ada jawaban di wajah gue?” Tanya Gwen lagi.
“Lu jangan terlalu dekat ama gue.” Jawab Zen.
“Kalau engga deket gimana mau ngajarinnya?” Tanya Gwen.
“Begini juga bisa kok.” Jawab Zen sambil menggeser kursinya menjauh dari Gwen.
“Jauh begitu gimana bisa gue ngajarinnya.” Ucap Gwen marah sambil menarik kursi Zen.
“Lu mau nanti kena marah sama Pak Fredic?” Tanya Gwen.
“Entah kenapa jantung gue selalu berdetak kencang disaat kami berduaan begini. Ga bisa begini terus, gue harus cepat-cepat pergi dari sini.” Batin Zen.
“Hari ini, cukup sampai disini saja. Terima kasih atas ajarannya, gue tiba tiba engga enak badan. Hahaha.” Ucap Zen sambil membereskan buku-bukunya dengan panik.
“Bukannya kita baru bahas lima soal?” Ucap Gwen.
“Kalau begitu gue pergi dulu.” Ucap Zen langsung bergegas keluar.
Setelah Zen keluar dari perpustakaan, Gwen pun juga ikut menyusul Zen ke kelas. Setelah sampai Gwen pun langsung duduk di tempatnya.
Hari berlalu sangat cepat sampai tiba waktunya pengumuman ujian tiba, para siswa dan siswi Universitas Standford heboh karena kaget melihat papan pengumuman bahwa perolehan score sempurna diraih oleh dua orang sekaligus.
Gwen dan Casey yang baru saja datang dan melihat kehebohan itu, mereka pun bingung dengan apa yang baru saja terjadi.
“Eh-eh-eh itu ada apa si rame disana?” Tanya Casey pada salah satu murid yang sedang lewat.
“Oh itu katanya ada dua orang sekaligus yang mendapatkan nilai sempurna. Padahal dari dulu ujian disini terkenal sulit. Nilai mereka sengaja di tempel di papan pengumuman karena itu kebiasaan universitas ini ketika ada murid yang memperoleh nilai sempurna.” Jawab Murid itu menjelaskan.
“Oh makasi ya infonya.” Ucap Casey.
“Gwen yok kita kesana, penasaran ni gue siapa si orangnya.” Ajak Casey.
“Yaudah gue ikut aja.” Jawab Gwen.
Setelah itu mereka berjalan kearah papan pengumuman, Casey pun kaget ketika melihat dua nama yang tertulis papan itu adalah Zen dan Gwen.
“Widihhhh temen gue ini ternyata jago juga.” Ucap Casey bangga.
“Ah bisa aja lu muji gue.” Ucap Gwen terharu.
Disamping itu Erine terlihat marah ketika melihat nama mereka berdua tertulis di papan pengumuman. Erine tidak terima bahwa dirinya pun harus kalah dari Gwen. Dulu dirinya selalu menyamakan posisi Zen sekarang Erine merasa dirinya tersaingi dengan munculnya Gwen. Sehingga Erine merendahkan sesuatu untuk Gwen.
• • • • •
Dikelas...
Frans yang mengetahui bahwa Zen dan Gwen memperoleh nilai sempurna langsung menghampiri mereka.
“Bagus sekali Gwen, kerja keras memang membuahkan hasil ya.” Ucap Frans sambil mengelus Kepala Gwen.
“Kenapa menyentuh rambutnya? Kan kotor?” Ucap Zen tidak suka.
“Kotor?? Hari ini aku sudah keramas tahu!” Ucap Gwen marah.
“Siapa yang bilang kalau lu kotor.” Ucap Zen.
“Apa? Apa maksudnya?” Tanya Gwen.
“Lupakan.” Jawab Zen sambil memutar balik badannya.
Setelah itu mereka pun melanjutkan pelajaran dengan saling canggung satu sama lain. Setelah beberapa jam akhirnya bel pertanda akhir pelajaran berbunyi. Gwen langsung pulang ke kost-an nya dan langsung mengerjakan tugas yang di berikan dosen hari ini.
“Hari ini cuacanya panas sekali, sepertinya gara-gara panas gue jadi engga konsentrasi belajar.” Ucap Gwen sambil menaruh cangkir yang sudah ia minum.
“Tunggu, kalau bukan rambut ku yang kotor... Jangan jangan maksudnya tangan Frans ya yang kotor?” Ucap Gwen penasaran sambil memikirkan kejadian sebelumnya.
“Iya si dia langsung marah saat sebelumnya aku nyentuh tangannya. Tapi kan kali ini bukan dia yang di sentuh, gimana dia bisa jadi dokter kalau gampang jijik begitu.” Ucap Gwen sambil memainkan pena di tangannya.
“Tapi kenapa aku tiba tiba memikirkan Zen, ya? Yang jelas akhir-akhir ini kurasa aku lebih dekat dengan Zen. Meski bicaranya masih ketus, anehnya bisa di bilang aku menurut saja padanya.” Batin Gwen.
Gwen yang menyadari dirinya terus melamun pun langsung berdiri untuk mengambil ponsel dan melihat begitu banyak pesan dari teman-temannya.
Casey
Gengs , gue ada kabar baik nich
Zen
Ada apa?
Casey
Aku baru saja beli 4 tiket pameran ekslusif loh, tiketnya susah sekali di dapat karena terbatas.
Frans
Wih boleh tuh kebetulan besok juga akhir pekan.
Casey
Gimana kalau lu berdua bisa ga? Kesananya sekitar jam 2 siang
Zen
Bisa, nanti gue yg jemput Gwen.
Frans
Ekhem, jangan-jangan kalian udah pacaran ya?
Gwen
Engga ah, udah kalian ga usah mikir yang aneh-aneh deh. Hubungan gue sama Zen biasa aja kok ga ada yang spesial.
Gwen
Udah ah kita lanjut ngobrol nya di pameran aja. Sampai ketemu besok teman-teman.
Akhirnya mereka pun mengakhiri percakapan dan melanjutkan dengan kegiatan masing-masing. Esok hari pun tiba, Gwen sudah bersiap siap dan Zen pun sudah menunggu Gwen di depan kostnya.
“Udah Zen gue dah siap berangkat.” Ucap Gwen.
“Cantik.” Ujar Zen dengan suara kecil.
“Hah?lu ngomong apa Zen?” Tanya Gwen.
“Engga, ayok naik kita berangkat ke pameran.” Ajak Zen.
Mereka berdua akhirnya berangkat menuju pameran untuk bertemu Frans dan Casey sesuai janji kemaren. Setibanya di sana mereka pun langsung mencari Frans dan Casey. Setelah lama mencari mereka pun bertemu di depan pintu masuk pameran.
“Hei sini-sini.” Panggil Casey dengan melambai-lambaikan tangannya.
“Rame banget ya.” Ujar Gwen.
“Ayok kita masuk.” Ajak Zen.
Mereka pun masuk ke dalam pameran. Terlihat berbagai patung seni dan berbagai lukisan-lukisan indah lainnya yang terpajang di pameran itu.
“Wah, jadi pameran tuh seperti ini ya?” Ujar Gwen terkagum-kagum.
“Ayok kita liat liat seni yang lain. Biar kita bisa dapet banyak ilmu tentang seni juga.” Ajak Gwen kepada Casey.
“Yaudah yok, kalian berdua ga mau ikut?” Tanya Casey pada Zen dan Frans.
“Engga ah, gue sama Zen masih mau disini liat-liat.” Jawab Frans.
Setelah itu Gwen dan Casey pun pergi meninggalkan mereka berdua. Frans dan Zen pun berkeliling sambil mengobrol.
“Dasar anak rajin... Biarpun tujuan kita ke sini untuk bersenang-senang, dia tetap masih mau belajar banyak hal. Tapi memang itu jadi alasan kenapa orang menyukai dia sih.” Ujar Zen sambil tersenyum.
“Oh jadi lu suka sama Gwen yaa?” Tanya Frans.
“G-Gila ya? Kenapa jadi kesitu?” Jawab Zen kaget.
“Habisnya lu bilang suka.” Ucap Frans.
“Suka yang gue maksud bukan begitu!!” Jawab Zen membantah.
“Gue hanya berbaik hati memuji dia sedikit. Jangan mikir yang aneh-aneh!!” Ucap Zen lagi.
“Zen, lu ga perlu malu mengakui perasaan sendiri. Menyadari kelebihan seseorang artinya kan kita memperhatikan orang itu. Karena itu berjuang lah Zen.” Ucap Frans dengan senyum.
Setelah beberapa Jam kemudian, Gwen dan Casey menemui Zen dan Frans. Mereka pun akhirnya pulang sendiri-sendiri kerumah masing-masing.
❤️❤️❤️
CHAPTER 5
Esok harinya pada jam istirahat...
“Gwen, lu sakit ya??” Tanya Casey.
“Ah tadi pagi agak ga enak badan sih, tapi sekarang udah mendingan kok.” Jawab Gwen lemas.
“Kok keknya keliatan ga begitu ya? ” Ucap Casey.
“Gue gak apa-apa kok.” Ucap Gwen.
“Elu udah minum obat?” Tanya Frans yang tiba tiba datang.
“Segini saja mah ga usah minum obat segala. Kalau minum obat jadi ngantuk, nanti ga bisa ikut pelajaran.” Jawab Gwen sambil bersin.
“Jelas banget keliatan engga baik-baik aja, gue akan ambilkan obat ke uks, pokoknya lu harus minum ya!” Ucap Casey.
“Eh? Ga usah repot-repot” Ucap Gwen.
“Sudah tunggu disini saja.” Ucap Casey.
“Sepertinya aku harus ambil tissue di toilet, aku ga bawa soalnya.” Batin Gwen.
Setelah mengambil tissue, Gwen berjalan dengan sedikit oleng hingga tiba tiba Gwen hampir jatuh dan di tolong oleh Zen yang secara tidak sengaja lewat.
“Z-zen?? Kenapa lu disini?” Tanya Gwen kaget.
“Ikut gue ke uks sekarang.” Ucap Zen Menarik tangan Gwen.
Di UKS...
“Yang benar saja, lu lagi flu begini masih maksa masuk pelajaran? Biar lu rajin juga harus liat situasi!” Ucap Zen tegas.
“A-aku pikir nanti juga bakal sembuh sendiri..” Ucap Gwen.
“Sakit jenis begini bukan yang bisa sembuh sendiri kalau di biarkan tauu! Cepat minum obatnya.” Ucap Zen marah.
“Iya-iya.” Ucap Gwen.
“Mimpi apa aku, bisa di omelin sama Zen?” Batin Gwen.
“Sebaiknya lu cepat istirahat biar cepet sembuh.” Ucap Zen.
“Iya nih, obatnya juga sepertinya sudah mulai bekerja.” Ucap Gwen lemas.
“Yasudah, istirahatlah. Aku kembali ke kelas dulu.” Ucap Zen.
“Baiklah, terimakasih sudah mengantar gue ke sin, Zen.” Ucap Gwen.
Setelah mendengar itu Zen tersenyum dan langsung meninggalkan ruang uks.
• • • • •
Esok harinya.....
Gwen mulai berangkat kuliah seperti biasa tapi tiba tiba Gwen mengalami kecelakaan saat akan menuju tempat ia berkuliah. Sehingga Gwen langsung di larikan kerumah sakit oleh warga yang melihat kejadian itu.
Setelah sampai di rumah sakit warga yang Menolong Gwen pun menelpon seseorang yang biasa di hubungi oleh Gwen dari hp milik Gwen yaitu Zen.
Zen langsung terburu-buru pergi ke rumah sakit dimana Gwen di rawat setelah mendapatkan telepon dari orang yang membawa Gwen kerumah sakit.
Setelah Zen sampai, ia menunggu dengan sangat khawatir. Tak lama kemudian dokter yang merawat Gwen pun keluar dari ruang UGD.
“Dok gimana kondisi Gwen?” Ucap Zen tergesa-gesa.
“Gwen mengalami gagal jantung yang dimana kondisi jantungnya tidak dapat memompa darah lagi. Sebelumnya juga Gwen sudah pernah mengalami gagal jantung dan mendapatkan donor. Tapi kondisi kali ini yang tidak memungkinkan untuk mendapatkan donor. Karena dirumah sakit ini tidak ada stok donor jantung yang cocok untuk pasien Gwen.” Ucap Dokter tersebut menjelaskan.
“Kemungkinan besar Gwen tidak akan terselamatkan. Jadi persiapan diri anda untuk menerima kenyataan tersebut.
Setelah mendengar itu Zen langsung masuk ke ruang UGD untuk bertemu Gwen untuk melihat kondisinya. Terlihat Gwen sangat lemah karena kondisinya saat ini.
“Zen, kamu inget pertemuan pertama kita di sekolah?” Tanya Gwen lemas.
“Dulunya aku berpikir tidak akan menyukaimu... Tapi sekarang aku malah jadi suka padamu.” Ucap Gwen tersenyum.
“Apa? Kamu suka padaku? Sungguh?” Tanya Zen tidak percaya.
“Memangnya disaat seperti ini aku bisa berbohong?” Ucap Gwen lembut.
“Kupikir kamupun memperlakukanku dengan baik. Pelan-pelan kupikirkan, aku heran mengapa aku bisa tidak sadar jika mustahil untuk tidak menyukaimu padahal selama ini kamu selalu menjagaku. Aku suka kamu Zen.” Ucap Gwen tersenyum.
Percakapan mereka terhenti sampai disitu karena Gwen sudah tidak bernafas dan telah meninggal dunia. Kabar Gwen telah meninggal tersebar sampai di kampus mereka. Sang pelaku utama dari kecelakaan Gwen adalah Erine karena ia iri dengan Gwen yang akrab dengan Zen. Setelah Erine mendengar kabar bahwa Gwen meninggal karena ulahnya, ia pun segera melarikan diri dari Amerika untuk bersembunyi dari kejaran polisi.
• • • • •
Di pemakaman Gwen...
“Apa kalian pernah ingat hari dimana kalian merasa hancur? Aku ingat dimana hatiku hancur pecah berkeping-keping” Batin Zen.
“Ini bohong kan, Gwen? Kamu... Nggak pergi meninggalkan ku secepat ini kan? INI NGGAK ADIL!” Teriak Zen sambil menangisi kuburan Gwen.
“Aku harusnya ada saat kejadian agar aku setidaknya dapat menolongmu dan aku harusnya tau bahwa kamu pernah melakukan translasi jantung agar setidaknya aku dapat menjagamu. INI SEMUA SALAHKU, SALAHKU! Tolong bilang kalau ini semua hanya mimpi.” Ucap Zen sambil terus menangis dan menyalahkan dirinya sendiri.
Frans dan casey hanya menatap Zen dengan sedih, Mereka juga sedih atas meninggal nya Gwen. Meninggal nya Gwen menambahkan luka di hatinya, Zen yang tidak mendapatkan perhatian kedua orang tuanya karena kedua orang tuanya telah bercerai harus kehilangan perempuan yang tanpa sadar ia sayangi selama ini.
Ketika seseorang meninggal, semua orang yang mencintainya menjalani masa berduka. Tidak semua orang mengerti betapa sakitnya ditinggalkan oleh orang yang kita cintai.
Jika diibaratkan, seperti kotak yang didalamnya terdapat bel dan di dalam kotak tersebut ada bola yang terus memantul ke seluruh sudut dinding. Ketika bola itu menghantam bel yang ada didalam kotak, hati kita akan dipenuhi oleh rasa sedih yang teramat sangat dalam.
Seiring berjalannya waktu, ukuran bola itu akan semakin mengecil. Dan pada hari biasa kita akan bisa beraktivitas seperti tidak terjadi apapun. Tapi bola yang ada di dalam hati Zen tidak kunjung mengecil karena dipenuhi oleh rasa bersalah yang teramat besar.