100 Harapan
100 Harapan
Violla Veronica
PROLOG
Banyak hal yang belum bisa ku sempurnakan, hal-hal yang belum bisa ku gapai. Sesungguhnya aku masih menjadi orang yang kecil jika dibandingkan dengan orang-orang di muka bumi ini. Kala itu aku menemukanmu, seakan akan aku menemukan ujung dari hatiku. Seorang gadis cantik yang memiliki mata nan indah itu mampu mengubah hidupku menjadi lebih berwarna dan lebih menyenangkan. Ia benar benar menjadi bagian hidupku dari hari ini, besok, sampai selama lamanya. Alea Zamora namanya.
BAB I
Anak laki laki yang biasanya di kenal dengan nama Arlan Aurelio itu mempunyai tinggi dan berat badan ideal, bola mata berwarna coklat yang indah, rambut lurus tertata rapi ke bawah, dan warna kulit yang sedikit gelap. Dia adalah siswa lulusan dari SMP Tunas Bangsa, sekarang Arlan bersekolah di SMA Cakrawala, ia sekarang duduk di kelas 10 alias 1 SMA. Arlan merupakan anak yang tidak populer di sekolahnya, selain itu ia juga merupakan anak yang bisa di bilang tidak berprestasi, ia sering menjadi korban bullying di sekolahnya.
Saat Arlan lahir ia sudah ditinggal oleh ayah kandungnya dan tidak pernah bertemu selama hidupnya, karena ayah Arlan mengidap penyakit jantung. Arlan mempunyai kembaran bernama Erlan, Erlan memiliki sifat yang berbeda jauh dengan Arlan. Erlan memiliki sifat yang cukup kejam terhadap Arlan, suka membully, bahkan ia termasuk salah satu murid berandal di sekolahnya.
Erlan pernah membully salah satu murid sampai murid tersebut memilih pindah sekolah dan ia memiliki trauma sampai saat ini. Walaupun begitu Erlan sangat pintar, ia termasuk murid yang berprestasi di sekolahnya, dengan begitu Erlan bisa mengejek dan mempermalukan Arlan di depan banyak orang.
Ibu Arlan juga sangat pilih kasih kepadanya anak-anaknya, ia memperlakukan kedua anaknya dengan cara yang berbeda. Tentu saja Ibu Arlan tidak menyukai Arlan karena ia adalah anak yang bodoh, ceroboh, bahkan ibunya menganggap ia tidak berguna. Sedangkan Erlan di perlakukan dengan baik, Erlan sering mendapatkan suatu barang yang ia mau, Arlan tidak mendapatkan apapun, bahkan sepatu Arlan yang sudah bolong, dekil, tidak layak dipakai pun ibunya tidak pernah membelikannya sepatu yang baru.
Tetapi tak disangka pada suatu hari Arlan menemukan sosok gadis yang bisa membuat keadaannya lebih baik. Pada pandangan pertama Arlan mulai tertarik dengan gadis tersebut, sejak saat itu ia seperti menemukan ujung hatinya jika berada di dekatnya. Ia bagaikan pelita dalam kegelapan.
BAB II
Pagi itu Arlan berjalan ke arah kelasku, dengan sempoyongan tanpa sengaja ia menyenggol seseorang yang berada di sampingnya.
“Maaf! gue ga sengaja." Ucap seseorang tersebut dengan tertegun, saat Arlan melihat seseorang itu ia tak pernah melihatnya di sekolah ini.
“Loh, lo anak baru ya?” Lanjut Arlan sambil membantunya berdiri
“Hmmm. ya! Nama gue Alea Zamora.” Ucapnya singkat, tapi mampu membuat Arlan merekahkan senyumku.
“Arlan Aurelio” Dan Arlan langsung pergi meninggalkannya dan menuju ke kelas dirinya.
Saat itu Arlan sedang menuju ke toilet, tetapi ada seseorang yang menariknya keluar sekolah. Tiba tiba..
BUGGHH BUGGHHH
"SINI DUIT LO, CEPET KASIHIN KE GUE" Ucap seseorang yang berteriak dan di sana sangat ramai. benar itu adalah Erlan, kembaran Arlan. Mau tak mau Arlan harus kasih ke Erlan dan kawan kawannya semua uang jajannya untuk satu minggu itu, tapi setelah di kasih Erlan menonjok pipi dan perut Arlan. Arlan hanya bisa menahan rasa sakit di pipi dan perutnya, lalu Erlan dan teman temannya pergi meninggalkan Arlan begitu saja tanpa merasa bersalah.
Saat kejadian itu berlangsung, tepat di belakang sekolah, ada seorang gadis yang melihat kejadian tersebut, gadis itu ingin menolongnya saat melihat Arlan di tonjok, tetapi apa daya dia sangat takut dengan Erlan, si berandal sekolah. Setelah Erlan pergi dari situ, gadis tersebut langsung berlari menuju Arlan, ia bertanya kepada Arlan
"Lo gapapa?" Tanya nya, Arlan hanya terdiam.
"Sini gue obatin. " Ucap gadis itu sembari mengeluarkan kotak p3k dari tasnya lalu memegang pelan pipi Arlan, dan mengobatinya. Tidak sengaja Arlan melihat wajah cantik gadis itu, Arlan sangat gugup.
"Selesai." Ucap gadis tersebut, gadis itu baru sadar kalau Arlan menatapnya sedari tadi.
"Halo!" Ucap gadis itu sambil melambaikan tangannya di depan mata Arlan
"Eh iya, maaf." Kata Arlan
"makasih banyak ya Alea." Lanjut Arlan.
"Santai aja kali Lan." Tak disangka ternyata yang membantu dirinya adalah seorang gadis yang ia senggol dengan tak sengaja tadi pagi, tentu saja Alea takut dengan Erlan apa lagi ia merupakan murid baru.
"Yuk balik ke sekolah, bentar lagi bel." Alea berlari dengan menarik tangan Arlan, dan mereka berdua ternyata sekelas.
KRINGGG KRRING KRINGGG
Bunyi bel pulang, Arlan sekarang sudah sampai di parkiran, tak disangka ia bertemu lagi dengan Alea yang ingin pulang ke rumah menggunakan sepeda motornya yang berwarna merah muda itu.
"Oh ya Arlan, lo mau ga jadi sahabat gue?" Ucap Alea tetapi Arlan hanya terdiam, ia terkejut ada yang menawarkan dirinya menjadi sahabatnya, bahwasanya dia tidak memiliki teman apalagi sahabat di sekolah ini.
"Tapi kalo gamau gapapa kok Lan" Lanjut Alea.
"Mau." Jawab Arlan yang sangat singkat, padat, dan jelas yang diikuti oleh senyum manisnya Arlan, Alea langsung tersenyum lebar ketika mendapatkan jawaban dari Arlan.
"Oke gue pulang duluan ya Lan, hati hati di jalan." Ucap Alea yang sedang di atas sepeda motor dan melambaikan tangannya ke arah Arlan.
Sejak saat itu mereka berdua menjadi sahabat.
BAB III
Alea Zamora, nama gadis cantik yang mempunyai senyum yang manis. Seorang gadis yang memiliki badan sangat ideal, banyak orang yang ingin memiliki bentuk tubuh seperti Alea, selain itu ia juga memiliki bola mata berwarna coklat, memiliki bulu mata yang lentik, rambut yang bergelombang seperti di curly, warna kulit yang sedikit putih dan memiliki harum yang sangat khas. Dia adalah siswi yang sangat ramah kepada kakak kelasnya maupun adik kelasnya, selain itu dia sangat murah senyum, dan dia termasuk murid berprestasi dan lumayan populer di sekolahnya.
Alea Zamora adalah orang Surabaya yang pindah ke Jakarta. Di sekolah lama ia sangat pintar, ia selalu mengikuti olimpiade yang ada dan tentu saja banyak orang yang menyukainya. Keluarga Alea termasuk orang yang cukup kaya. Orang tua Alea mengurus perusahaan di luar negeri, tepatnya di Tokyo, Jepang. Sehingga Alea jarang bertemu dengan orang tuanya, palingan bertemu hanya sebulan sekali atau tiga kali. Di rumah Alea hanya tinggal dengan asisten rumah tangga, satpam, serta supir pribadinya.
Walaupun Alea lahir dari keluarga kaya raya, tetapi ia sejak duduk di sekolah dasar sudah belajar mencari uang sendiri, ia sudah belajar mandiri dari kecil. Ia mulai berjualan dengan hal hal kecil seperti martabak mini, brownies, gelang buatannya, dan ia menjual semua itu ke teman-teman di sekolahnya terkadang ia juga menitipkannya di kantin. Tentu saja jualan ia laku keras.
Alea adalah anak yang sangat menyenangkan, atau lebih dikenal zaman sekarang dengan sebutan happy virus. Sahabat Alea sangat baik tetapi mereka semua harus berpisah karena Alea pindah kota dan sekolah, karena itu
Alea sekarang hanya memiliki seorang sahabat yang satu sekolah dengannya yaitu Arlan.
BAB IV
Saat itu Arlan sedang berada di parkiran sekolah, ia baru saja sampai di sekolah sepeda motor kesayangannya.
"DOR!!" Teriak Alea yang mengagetkan Arlan dari belakang, tapi Arlan hanya membalas dengan muka datar.
"Kok nggak kaget sih." Ucap Alea dengan muka yang kecewa karena gagal membuat Arlan kaget, sebenarnya Arlan sangat kaget tetapi Arlan hanya pura pura tidak kaget saja.
Tiba tiba wajah Alea berubah saat melihat wajah Arlan.
"Lo belum makan ya?" Tanya nya, Arlan terdiam membisu. Alea mengeluarkan tempat bekal nya dan memberikannya ke Arlan.
"Ini buat lo dimakan ya." Arlan langsung menggelengkan kepalanya yang artinya ia tidak mau mengambil bekal milik Alea.
"Gapapa anggap aja ini hadiah pertemanan kita." Sambungnya. Mau tak mau Arlan menerima bekal yang Alea berikan kepadanya, tempat bekal yang berisi dua roti yang dilumuri oleh selai stroberi dan coklat.
"Terimakasih banyak, Alea." Ucap Arlan dengan rasa senang, karena ini adalah pertama kali Arlan mendapatkan hadiah dari seseorang.
Ya benar, Ia belum makan sejak pagi tadi karena ibunya dan Erlan tidak pulang, melainkan mereka berdua menginap di sebuah villa tanpa mengajak dirinya, tetapi ia tidak peduli karena ia sudah biasa diperlakukan seperti ini. Mereka menginap di villa karena merayakan kemenangan Erlan yang menang Olimpiade 2 minggu yang lalu.
"Yaudah yuk masuk kelas" Ajak Arla
"Yuk"
Sudah masuk jam ke 7 yaitu mata pelajaran sejarah, mata pelajaran yang sangat membosankan, membuat ngantuk, tak jarang banyak siswa yang duduk di bangku belakang sering tertidur pulas, sedangkan yang duduk di tengah biasanya hanya menahan ngantuk nya, dan duduk di paling depan biasanya murid yang sangat ambis, dan sangat semangat.
"Baik anak anak, kerjakan latihan soal halaman 71-74 dan merangkum materi bab 2, dikumpul hari ini semua. Semua guru ada rapat mendadak, jadi saya keluar dulu kalian jangan berisik ya" Ucap bu Rosalina.
"Baik bu" Ucap satu kelas.
Bukannya mengerjakan tugas yang diberikan oleh bu Rosalina, teman teman nya ada yang tetap tidur sedari tadi ada yang baru ikutan tidur, ada yang keluar kelas, dan ada yang mengerjakan tugasnya. Sebenarnya Arlan juga ingin tidur tetapi Alea mendatangi dirinya untuk mengerjakan tugas tersebut bersama sama, akhirnya ia mengerjakan dengan rasa kantuk yang ia tahan sedari tadi.
Tak terasa jam sudah menunjukkan waktu pulang. Arlan bergegas memasukkan buku dan alat tulisnya ke dalam tas, tas yang berwarna hitam bekas Erlan. Arlan pun berjalan keluar kelas.
"Tungguin gue Lan." Kata Alea dan Arlan berhentikan langkahnya. Setelah itu ia keluar kelas bersama Alea menuju parkiran.
"Lan jalan jalan yuk ke taman, gue bosen banget tau." Arlan hanya mengangguk setuju
"Tapi gue pulang dulu taro motor, ntar kita sepedaan bareng deh." Lanjut Alea, akhirnya mereka berdua ke rumah Alea terlebih dahulu untuk menemaninya jalan jalan dan bersepeda bareng. Wow tentu saja Arlan sangat terkejut saat sudah sampai di rumah Alea, rumah yang begitu besar bak istana dengan warna putih elegan, dan gerbang yang sangat tinggi dan besar berwarna hitam, serta dijaga oleh 2 satpam. Ia benar benar seperti lagi melihat rumah di ftv, bahkan lebih besar.
Sekitar 7 menit Arlan menunggu Alea di depan gerbang rumahnya, akhirnya Alea selesai ganti baju dan membawa sepeda nya. Sepeda Alea berwarna lilac atau ungu muda yang di depannya ada keranjang, biasanya di keranjang tersebut ia menaruh kucing nya untuk berjalan jalan bersama, Ciko namanya.
"Yuk jalan." Akhirnya mereka berdua bersepeda bersama dan menuju taman yang tak jauh dari rumahnya. Tak lama kemudian mereka berdua sampai di taman, taman yang sangat hijau, asri, sejuk, serta kita bisa mendengarkan suara cuitan burung burung yang sedang terbang.
Kini mereka berdua sedang duduk di bangku taman, dan Alea meninggalkan Arlan sebentar. Setelah sekitar 6 menit Alea meninggalkannya akhirnya ia balik, ternyata ia membeli air mineral dan beberapa roti mereka.
"Ini buat lo." Katanya, tanpa banyak kata Arlan mengambilnya kebetulan ia sedang kehausan karena habis mengayuh sepeda.
"Terimakasih."
Pohon-pohon menari dengan indah di taman. Arlan dan Alea menghabiskan waktu untuk mengobrol dan bercerita, terkadang Arlan juga bercerita tentang keluarganya.
"Yaudah yuk kita balik, langit udah mulai gelap nih." Ajak Alea yang diikuti oleh anggukkan setujunya Arlan.
Akhirnya Arlan mengayuh sepedanya menuju rumahnya, tetapi sebelum itu ia menemani Alea terlebih dahulu untuk pulang ke rumahnya agar selamat sampai tujuan. Tak lama dari itu aku sampai di rumah dan disambut dengan tatapan sinis dari Ibu ku dan tak lama Erlan datang dan menatapku dengan sinis juga.
"Darimana aja?" Tanya beliau dengan tangan yang dilipat depan dadanya. Arlan tentu saja tidak berani menatap balik, ia hanya menunduk dengan rasa sedikit ketakutan dan sebenarnya ia malas menanggapi ibunya.
"Main." Jawabnya dengan suara kecil.
"MAIN TERUS YA, KAMU TUH ANAK BODOH! BELAJAR YANG BENAR, LIHAT ERLAN KEMBARAN KAMU, DIA PINTAR, PENURUT, RAJIN. NGGAK KAYAK KAMU TIDAK BERGUNA!" Ibunya lagi lagi memarahi dirinya karena ia tidak belajar, beliau tidak tahu Arlan sudah belajar mati-matian tapi hasilnya sama saja, walaupun nilainya naik ibunya tidak membanggakan diri ku, ia hanya menuntut diri ku untuk melebihi kepintaran kembaranku, Erlan. Setelah itu ibu langsung berjalan menuju kamarnya.
"Enak ya di marahin? makanya jadi orang tuh berguna." Ucap Erlan kepada Arlan yang di akhiri dengan ketawa jahatnya, setelah itu Erlan masuk ke kamarnya. Sebenarnya ia sudah terbiasa diperlakukan seperti ini.
BAB V
Pagi itu Arlan melihat Alea bersama Erlan di kelasnya, perasaan Arlan campur aduk, ia sedih mengapa Alea bisa bersama Erlan? dan ia juga sedikit kesal.
'Kenapa Erlan terus berusaha merebut semuanya dari gue? bahkan sekarang dia mau merebut sahabat gue satu satunya.' Ucapnya dalam hati
Arlan langsung duduk di bangkunya tanpa menyapa dan melirik sekalipun ke arah Alea, Alea menatap Arlan dengan kebingungan, bola matanya terus menatap Arlan dan Erlan secara bergantian dan ia langsung lari ke arah Arlan dan menarik tangannya untuk keluar dari kelas.
"Lo Arlan atau Erlan?" Tanya nya dengan raut wajah yang kebingungan
"Arlan." Jawab Arlan dengan singkat, sebenarnya Arlan juga bingung mengapa Alea bersama Erlan. Sepertinya Alea tidak tahu bahwa dirinya sedang di bohongi oleh Erlan sedari pagi?
"LOH BERARTI DARI TADI GUE SAMA ERLAN DONG?"
"Iya."
"Alasan dia apaan coba?"
"Rebut lo dari gue." Jawab Arlan tanpa berpikir panjang.
"Idih ga jelas banget sih dia, mana bisa dia rebut gue dari lo. Ya gak?" Kata Alea dengan wajah yang penuh yakin dan serius, sebenarnya di mata Arlan itu sangat lucu.
"Iya."
Setelah itu mereka berdua balik ke kelas dan duduk di bangku masing masing, di kelas sudah tidak terlihat keberadaan Erlan. Di sisi lain Alea mengeluarkan kotak pensil dari tas nya dan mengambil sebuah spidol berwarna kuning, lalu ia berjalan menuju arah Arlan tanpa satu kata pun, ia langsung menggambar sebuah bintang di punggung tangan Arlan.
"Biar nggak ketuker sama sebelah" Kata Alea sembari tersenyum manis. Sebelah yang di maksud oleh Alea itu adalah Erlan.
"Di sini aja, di samping gue terus ya? jangan kemana-mana, boleh?" Tanya Arlan dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Boleh, dengan senang hati!" Seru Alea.
Beberapa jam kemudian waktu sudah menunjukkan jam pulang. Mereka keluar dari kelas bersamaan dan mereka berdua sekarang berada di parkiran.
"Besok kan sabtu ya, jalan yuk!" Ajak Alea.
"Boleh, jam berapa?" Tanya Arlan.
"Hmmm… jam 10 lo bisa?"
"Bisa banget."
"Oke see you tomorrow!" seru Alea, dan ia melambaikan tangannya kepada Arlan lalu pergi menggunakan motornya.
Arlan mengayuh sepedanya, ia hari ini pergi menggunakan sepeda karena ia suka bersepeda. Katanya bersepeda membuat dirinya menjadi lebih sehat dan bugar.
Sebelum itu ia membeli nasi padang yang tak jauh dari sekolah dan searah dengan rumahnya, Arlan tidak makan di tempat tetapi bungkus untuk memakannya di rumah.
Sesampai di rumahnya Erlan langsung merebut nasi padang Arlan, lalu ia berlari ke kamarnya dan tak lupa ia mengunci pintu kamarnya.
"Lan itu makanan gue." ucap Arlan sembari mengetuk pintu kamarnya.
"Sekarang udah jadi punya gue, lo beli lagi aja. Gue laper."
"Mana bisa gitu lah, gue yang beli"
"Pelit banget sih lo."
"Cepet sini gak." Arlan mengetuk pintu Erlan cukup keras.
"Gak."
"SINI!" Ucapnya dengan suara yang keras.
"APA APAAN INI, KAMU NGAPAIN DI DEPAN PINTU KAMAR ERLAN?" Teriak ibu yang datang dari dapur.
"Ini bu, Erlan ngambil nasi padang aku, padahal aku yang beli tapi tiba-tiba dia ambil terus makan punya ku bu" Jelasnya.
"Yaudah kasih aja punya mu, kamu beli lagi."
"Uang Arlan sudah habis bu."
"Bukan urusan saya."
Akhirnya Arlan memutuskan tidak makan untuk sore ini, sebenarnya ia cukup lapar tetapi apa boleh buat? uangnya habis dan ia lagi-lagi mengalah dari Erlan.
BAB VI
Hari ini adalah hari sabtu, hari dimana Arlan dan Alea jalan berdua, Arlan tidak tahu ia ingin pergi kemana, ia hanya mengikuti kemanapun Alea pergi saja.
Jam baru menunjukkan pukul 8.00, yang artinya 2 jam lagi mereka berdua akan pergi, tetapi sebelum pergi
Arlan mencuci bajunya dan menjemurnya terlebih dahulu. Ia selalu mencuci pakaian keluarganya, karena ibu menyuruhnya jadi mau tak mau ia lakukan. Awalnya pakaian ia tidak ada yang ingin mencucinya, jadi ia dulu berinisiatif mencuci pakaiannya sendiri, tetapi saat ibunya melihat Arlan mencuci hanya punyanya ibunya langsung memarahi Arlan dan ibunya langsung menyuruhnya untuk mencuci punya nya dan punya Erlan.
Setelah mencuci pakaian ia langsung bergegas mandi, karena jam juga sudah menunjukkan pukul 09.30 tentu saja ia tidak mau membuat Alea menunggu dirinya, lebih baik Arlan yang menunggu Alea pikirnya.
Tak lama dari itu Arlan langsung menuju rumah Alea menggunakan motor matic. Arlan hanya menggunakan hoodie berwarna abu abu dengan gambar dua kucing dan celana panjang berwarna hitam.
Arlan melihat gadis yang sangat cantik menggunakan dress dengan motif bunga warna merah muda sedikit
pucat, zaman sekarang lebih dikenal dengan sebutan 'coquette', rambut yang diikat menggunakan pita, dan menggunakan sepatu mary jane. Tentu saja itu adalah Alea.
"Hai!" Sapa Arlan sambil melambaikan tangan.
"Hai!"
"Kita mau jalan kemana?"
"Sebenarnya jalan-jalan biasa aja, ke mall mau nggak?"
"Boleh."
"Sepeda lo taro di sini aja, kita pergi naik taksi online ya."
"Oke, siap."
Kemudian Alea mengeluarkan handphone nya dan dengan cepat ia memesan taksi online. Sambil Alea
memesan taksi online, sementara itu Arlan menaruh motornya di halaman rumah Alea yang luas bak istana itu.
Sekitar 5 menit mereka menunggu, akhirnya taksi online pun datang, mereka langsung masuk ke dalamnya dan selama perjalanan hanya ada keheningan, alias tidak ada obrolan satu katapun, ini benar benar awkward.
Akhirnya mereka sampai di tujuan, yaitu mall. Alea langsung berjalan dengan cepat sambil tangannya menggandeng Arlan Menuju tempat es krim, mungkin ia tidak sadar atau mungkin reflek? Arlan pun tak tau.
Arlan memesan es krim rasa matcha sedangkan Alea memesan es krim dengan rasa mint choco. Banyak orang bilang bahwa matcha adalah rasa rumput, pahit, walaupun begitu ia tidak peduli, baginya matcha adalah rasa yang paling enak dari yang lain.
Mereka sekarang sedang duduk sembari menikmati es krimnya masing-masing. Dan terkadang mereka berdua bercanda tawa dan saling berbagi cerita.
"Lan." Panggil Alea dengan ekspresi datar sambil menggigit sendok es krimnya.
Arlan menoleh dan mengangkat kedua bola matanya yang sekarang tertuju ke Alea.
"Lo manusia juga, kalo lo lupa." Kata Alea yang membuat Arlan kebingungan
"Maksudnya?" Tanya Arlan yang benar benar tidak mengerti apa maksud dari ucapan Alea tersebut
"Maksud gue, nge-ekspresiin emosi itu wajar. Lo boleh nunjukin perasaan lo tanpa harus di pendam, di tahan." jelas Alea
"Lo mau marah, nangis, senang juga.. ga bakal ngerubah pandangan orang lain ke lo. Ya walaupun gue ga tau lo sama keluarga lo gimana, tapi menurut gue lo boleh egois sekali-kali, jangan ngalah terus, lo berhak marah kalo mereka yang salah."
Arlan sontak tampak tertegun mendengar perkataan barusan, seakan menampar dirinya sekeras-kerasnya.
"Udah habis nih es krim gue, yuk kita jalan lagi." Ajak Alea.
Arlan dan Alea kini memasuki area timezone bersama, Alea langsung mengeluarkan kartu untuk bermain di sana dan menarik tangan Arlan menuju ke sebuah photobooth, Alea langsung duduk dan menepuk kursi yang masih kosong di sebelahnya.
"Duduk sini Lan" Ucap Alea. Arlan langsung duduk di sebelahnya.
"Posenya nanti jempol, love, peace, saranghae, atau apa aja deh bebas lo ya Lan".
"Oke."
Mereka berdua sekarang sedang pose untuk melakukan photobooth. Bagi Arlan ini adalah pertama kalinya ia photobooth, ia sangat senang sekali bertemu sosok seperti Alea, ia merasa dihargai dan merasa dianggap.
Setelah melakukan photobooth, makan siang, menemani Alea berbelanja skincare, baju, mengelilingi mall, mereka akhirnya pulang. Karena jam sudah menunjukkan pukul 15.00 dan mereka sudah sedikit lelah, apalagi Arlan yang menemani Alea memutari mall terus menerus untuk mencari toko baju yang Alea cari, namun setelah sekitar 4 kali berputar mengelilingi mall, ternyata toko baju yang di maksud oleh Alea tidak ada di mall ini. Sia-sia sekali bukan?
"Terimakasih ya udah nemenin gue hari ini, Arlan."
"Dengan senang hati, Alea."
BAB VII
1 minggu kemudian…
Erlan sedang menyiapkan rencana yang sangat gila untuk Alea.
"Waduh, gue kali ini ga mau ikutan Lan." ucap Juna, sahabat Erlan dari bangku sd tersebut.
"Kalo lo ga mau ikut sih yaudah, biar gue yang jalanin ini sendiri."
"Good luck aja sih kata gue, hati-hati ketahuan."
"Ga mungkin ketahuan." Erlan tersenyum smirk.
Setelah pulang sekolah Erlan langsung menemui Alea di kelasnya, di kelas tersebut Arlan tidak ada, mungkin saja ia menunggu Alea di parkiran.
"Alea, lo di panggil Bu Chinta di suruh ke gudang katanya."
"Tumben Bu Chinta manggil gue, mau ngapain?"
"Ya mana gue tau."
Setelah piket, Alea langsung bergegas menuju gudang dan membukanya, gudang yang terlihat seperti tak pernah dikunjungi itu sangat banyak sekali debu-debu berterbangan. Alea melihat sekitar tetapi tidak ada seorangpun di sana, dan ia memutuskan untuk balik ke kelas dan mengambil tasnya saja.
Alea yang ingin keluar dari gudang pun di halangi oleh seorang pria.
"Mau kemana lo?"
"Ya pulang lah, lagian lo bohong nggak ada Bu Chinta tuh."
Tentu saja pria itu adalah Erlan. Tanpa banyak bicara Erlan langsung menarik tangan Alea ke dalam gudang dan mengunci gudang tersebut dan memojokkan diri Alea di sudut dinding, diiringi dengan tangan Erlan yang berada di kedua sisi Alea.
"MAU NGAPAIN LO!!?" teriak Alea.
"Nggak ngapa-ngapain kok, santai aja." Kekeh Erlan. Erlan melihat jendela celingak-celinguk untuk melihat sekitar terlebih dahulu.
Alea langsung mengeluarkan handphone miliknya dan menelpon Arlan.
"Arlan, bisa temenin gue ke gudang nggak. Tolong." Ucapnya dengan suara yang berbisik agar tidak dapat didengar oleh Erlan.
Tiba-tiba Alea menggedor pintu gudang cukup kuat sambil berteriak.
"TOLONG, SIAPAPUN YANG DENGER TOLONGIN GUE!"
Arlan yang dapat panggilan telepon dari Alea tersebut langsung berlari ke gudang, ia tiba-tiba mempunyai perasaan yang tidak enak. 'Apa yang terjadi dengan Alea?' pikir Arlan.
Tak lama kemudian Arlan sampai di depan pintu gudang sekolah tersebut, ia mendengar teriakan Alea yang meminta tolong.
"ALEA, LO DI DALEM?"
"ARLAN, TOLONGIN GU— apa sih jangan pegang-pegang!! JANGAN DEKET DEKET GUE!!"
Arlan yang mendengar itu langsung panik sepanik-paniknya, tanpa berpikir panjang ia langsung mendobrak pintu tersebut dengan sekuat tenaga nya.
Apa yang terjadi dengan Alea sebenarnya?.
2 hari kemudian..
Alea bergegas memarkirkan motornya, ia langsung lari ke kelasnya, hari ini Alea bangun sedikit telat karena kemarin malam ia begadang mengerjakan tugas setelah itu ia tak bisa tidur. Sembari berlari banyak mata yang tertuju pada dirinya, entahlah apa arti tatapan mereka semua.
Saat Alea berlari ia bertemu dengan Arlan di koridor sekolah, tetapi mereka sama sekali tidak menyapa, menatap satu sama lain saja tidak. Sebenarnya Arlan sangat bingung kenapa Alea seperti itu terhadap dirinya.
BAB VIII
Flashback on..
Arlan terus mendobrak pintu gudang tersebut dengan sekuat tenaganya, ia sangat berharap tidak terjadi apa apa dengan Alea.
BRUKK!!
Arlan langsung memukul perut Erlan saat pintu tersebut sudah terbuka. Erlan terjatuh cukup kuat karena pukulan kembarannya itu.
Alea langsung lari keluar dari gudang dan berlari menuju luar sekolah, ia benar benar ketakutan karena kejadian tadi. Sembari berlari ia mengambil handphone nya dan menelpon papa nya.
"PA.. JEMPUT AKU DI SEKOLAH SEKARANG PLEASE.."
Sejak kejadian itu Alea sangat takut bertemu dengan Arlan dan Erlan, walaupun yang salah adalah Erlan, tetapi bagaimanapun Arlan adalah kembaran Erlan, wajahnya sama, Alea sangat takut untuk menatapnya, ia memiliki trauma.
Tak tinggal diam, papa Alea mengurus masalah tersebut ke sekolahnya, dari mengumpulkan bukti-bukti dari cctv sekolah dan bukti-bukti lain.
Di sisi lain Arlan tak bisa berbuat apa apa, ia sangat merindukan sesosok gadis itu, yang biasanya selalu bersamanya kini tak ada di hari harinya.
Sebelum Erlan melakukan hal tersebut ke Alea ia terus meyakini ibu nya. Agar ibunya berpihak pada dirinya.
"Bu, kalo ada orang ngatain aku yang ngga-ngga jangan percaya ya?"
"Pasti dong nak, kamu kan anak ibu."
"Ibu pasti bela aku kan? kalo aku salah."
"Iya dong nak.."
Flashback off..
"Lo tuh pucet banget, kantin lah yuk." ajak Karen, sahabat Alea.
"Males."
"Udah jangan dipikirin lagi, lagian papa lo udah ngurus semua, paling nggak bentar lagi dia di DO tuh."
"Kalo nggak di DO?"
"Pasti, percaya deh sama gue.. yaudah yuk kantin, udah laper nih gue." Tanpa basa basi Karen menarik tangan Alea dan menuju kantin, Alea hanya bisa pasrah ketika tangannya ditarik oleh sahabatnya itu.
Di perjalanan menuju kantin, lagi lagi Alea dan Arlan bertemu tanpa menyapa, Arlan melihat Alea tetapi tentu saja Alea masih ketakutan, ia membuang mukanya dan mempercepat langkah kakinya.
Kejadian tersebut sudah terjadi selama kurang lebih seminggu… Arlan sangat merindukan sosok wanita itu.
BAB IX
Tepat dua minggu sejak kejadian tersebut, Alea dan Arlan masih belum saling menyapa, dan hari ini adalah keputusan pihak sekolah terhadap Erlan. Alea sangat berharap Erlan dikeluarkan dari sekolah.
KRINGGG KRINGG
Jam istirahat pertama berbunyi, murid murid berlarian menuju kantin, sedangkan Alea menunggu keputusan sekolah, ia duduk dan menunggu tepat di depan ruang kepala sekolah.
Dari luar terdengar…
"SIALAN SEKALI KAMU, SAYA SELALU JAGA DIA DENGAN BAIK, TAPI MANUSIA SEPERTI KAMU MELAKUKAN ITU KEPADA ANAK SAYA!!"
"JAGA BICARA ANDA YA PAK, ANAK SAYA TIDAK SEPERTI ITU! PASTI ANAK ANDA YANG MENGGODA ERLAN TERLEBIH DAHULU, SAYA TAHU BETUL ANAK SAYA TIDAK AKAN MELAKUKAN ITU!!"
"JANGAN TUTUP MATA BU, BUKTI SUDAH DI DEPAN MATA, BAHWA ANAK ANDA MELAKUKAN PELECEHAN TERHADAP PUTRI SAYA! SAYA AKAN MEMBAWA KASUS INI KE RANAH HUKUM! ORANG JAHAT SEPERTI DIA HARUS DIKASIH PELAJARAN!"
"TIDAK! TIDAKKK! JANGAN SENTUH ANAK SAYA!!"
Perseteruan terus berlanjut, entah dimana titik terang nya. Namun, berharap yang terbaik bagi dia yang dirugikan…
Setelah pulang sekolah, Arlan langsung pulang ke rumahnya, entah mengapa ia mempunyai firasat yang tidak baik saat ini. Saat sampai di rumahnya, hanya ada keheningan dan kesepian yang ia rasakan. 'Dimana ibu dan Erlan?' hati Arlan terus menerus bertanya kepada dirinya sendiri.
Ia melihat surat dan segepok uang yang tergeletak di meja ruang tamu. Tanpa basa-basi ia langsung membuka surat tersebut dan membaca nya.
Setelah membaca surat tersebut Arlan tak punya lagi tujuan hidup, ia benar benar sedih. Ibu dan Erlan pergi keluar kota dan tinggal di sana. Ia masih tak percaya dengan itu semua, ia lebih percaya jika Ibu dan Erlan hanya jalan-jalan sebentar dan akan kembali ke rumah itu.
Rintik-rintik yang jatuh membasahi jalanan menjadi pengiring Arlan dalam mencari tujuan. Kakinya teramat penat yang melelahkan, terlalu jauh melampaui tanah beraspal yang berujung menghasilkan luka-luka pada ujung jarinya yang dibaluti sendalnya.
Mencari, dia terus mencari. Di mana ibunya? di mana saudaranya? mengapa dia di sini sendiri? Arlan hanya anak remaja yang sedang menenangkan diri, menjauh dari mereka menurutnya adalah yang terbaik saat itu. Dia sekadar butuh waktu, karena dikelilingi amarah yang memuncak hingga itu surut sendirinya. Tapi sebenci dan semarah apa pun dia, bukan berarti kehilangan seperti ini adalah bentuk kebahagian untuknya.
Setelah ayahnya tiada, dia tak ingin kehilangan ibunya. Dia naif, dia masih muda, dia belum dewasa. Lalu, sekarang apa yang harus dia lakukan? bagaimana dia hidup tanpa keluarga? bagaimana dia hidup tanpa uang? bagaimana dia bisa melanjutkan hidup setelah ini?
Dia sudah hilang harapan, tak hanya keluarga tapi Alea pun tidak berada di sisinya. Jadi … untuk apa dia hidup? kehidupannya hanya berisi kesengsaraan dan kesedihan. Kini dia dibutakan oleh luka yang mendalam, ini membawanya berdiri di ujung sebuah jembatan.
Arlan menatap ke bawah dengan mata sendu. Satu lompatan cukup untuk mengakhiri semua, pikirnya. Jalanan yang biasanya lumayan ramai dilalui pengendara, tapi malam ini sepi yang tak pernah terkira. Dia tersenyum lalu menutup rapat kedua matanya, ternyata semesta mendukungnya kali ini.
begini akhir cerita hidupnya….
“NGAPAIN?” Suara ini terdengar familiar.
“LO NGAPAIN? BAHAYA!” Ah… ternyata dia.
Arlan memilih tak bergeming, dia masih memejamkan matanya.
“Gue Erlan, jadi lo pergi aja,” Ucapnya bohong. Tidak terdengar sahutan dari belakang, Arlan anggap dia benar-benar pergi.
“Arlan sini!" Panggilnya dengan suara bergetar.
“Arlan lo ga boleh kayak gini.”
Dia membuka matanya, tetapi masih terpaku pada sungai di bawahnya.
“Gue hidup bukan cuma buat ngerasain sakit doang.”
“Jadi, kalo hidup gue isinya cuma nyakitin ngapain hidup? lagian gak ada alasan juga bertahan. Ibu pergi, Erlan pergi, lo juga pergi, mending gue nyusul ayah.”
“Gak ada alasan hidup…” suaranya yang semakin kecil.
“Lan. Kesedihan tuh sifatnya fana, sama kayak kebahagian. Kalo hari ini lo ga bahagia, tunggu besok. Kalo besok lo gak bahagia, tunggu lagi besoknya. Pasti ada waktunya Lan, lo bilang waktu itu kalo lo bahagia sama gue. Itu buktinya lo bisa bahagia. Tapi memang semuanya itu fana, bahagia lo fana dan sedih lo juga fana.”
“Gue ga pernah pergi Lan, gue selalu di sini.”
Arlan tertawa hambar mendengar kalimat-kalimat itu.
“Tapi banyak sakit dan sedihnya daripada bahagianya.”
“Iya gue tau, makanya lo harus tetap bertahan untuk bisa raih itu. Lo harus tetap hidup buat ngerasain bahagia yang lebih lama. Ya Lan? ayo sini ke gue Lan, di sana bahaya.” Gadis itu melangkah mendekat untuk menarik temannya dari pinggir jembatan. Namun, kalimat penolakan berkumandang.
"Kalo lo maju, gue lompat.” Dia langsung menghentikan langkahnya.
“Arlan jangan gini…” Dia memohon dengan sungguh.
“Gue udah nyerah sama hidup Alea, tolong lo pergi aja dari sini." Alea yang mendengar itu langsung menggelengkan kepalanya.
“Engga, gue bakalan di sini sampai lo balik ke gue.”
“Alea, makasih udah pernah baik sama gue. I love you so much."
“Lan, i love you too, sini Lan… please, gue mohon sama lo… kalo lo udah ga ada alasan buat hidup, jadiin gue… jadiin gue alasan lo hidup… kalo lo butuh kasih sayang orang tua, papa mama gue siap buat ngasih itu… please Arlan, demi gue…" Alea menghapus air matanya yang berjatuhan membasahi pipi, jangan lemah! dia harus kuat.
“Maaf …”
“ENGGA!! ARLAN!!!” Teriak Alea.
GEDEBUM!!
“Akhhh" Rintih Arlan setelah dengan kasar tubuhnya ditarik paksa hingga jatuh tersungkur ke jalan. Dia lalu dipeluk… tapi oleh siapa? ini siapa? seorang lelaki. Dari belakang pula ada yang memeluknya, kali ini perempuan. Mungkin saja Alea…
“Arlan, gue sayang banget sama lo, gue mohon… bertahan demi gue, hidup demi gue, Lan.” Kalimat ini Alea ucapkan tepat di telinga Arlan. Bibir remaja laki-laki ini bergetar dalam dekap orang yang masih tidak diketahui siapa tuannya.
“Harusnya lo biarin gue jatuh" ucap Arlan seraya sedikit terisak.
“Jangan pernah bertamu ke tempat Tuhan sebelum dijemput, bukannya sampai ke sana kamu cuma bakalan tersesat.” Jemari-jemari keriput itu bergerak menyusuri surai legam Arlan dan bergerak secara searah di sana.
“Tenang, ada saya dan Alea di sini.”
“Keluarin aja semuanya, biar kamu lega.” Arlan masih menahan, walau sesak sekali hatinya.
"Keluarin, nak.”
Nak? nak? detik itu juga semua yang dia simpan selama ini meledak, dalam dekap Johnny dan Alea. Johnny adalah papa Alea.
Pertahanan yang Arlan bangun runtuh, tangisnya pecah. Air mata itu berbaur dengan air hujan yang mulai turun deras.
Ayah dan anak itu mendekap Arlan dengan erat dari depan juga belakang. Menyalurkan rasa hangat di tengah dinginnya hujan. Kali ini hampir saja Alea kehilangan seseorang yang dia sayangi. Kali ini hampir saja orang yang dia sayangi menyerah dengan hidupnya. Andai saja dia tidak melewati jalan ini maka apa yang akan terjadi? mungkin akan jadi penyesalan terbesar dalam hidup Alea.
"Arlan, mulai hari ini kamu keluarga saya. Jangan pernah merasa sendiri lagi.”
BAB X
3 bulan kemudian…
Mereka berdua semakin dekat, dan keluarga Alea sudah menganggap Arlan seperti anaknya sendiri. Arlan juga sudah tinggal di rumah Alea dan ia sering membantu Mama Alea untuk mengantar kue-kue yang di jual.
Mama Alea membuka toko kue, dan ia menerima pesanan untuk acara pesta, pernikahan, maupun arisa
"Alea, mau ke taman ngga?"
"Mau mau!"
Akhirnya mereka berdua ke taman yang tak jauh dari rumah. Arlan duduk terlebih dahulu di bangku taman, lau ia menepuk bangku di sebelahnya yang memberitahu Alea untuk duduk di sebelahnya.
Arlan mengacak-acak gemas surai panjang Alea. Lalu ia merogoh saku celananya untuk mengambil sesuatu.
"Buat lo" Benda itu dibungkus oleh kertas kado, kecil sekali.
"Ih! apa ini? lucu banget kecil gini" Alea membolak-balikan hadiah yang diberi oleh Arlan, ia menebak-nebak isinya.
"Bukanya di rumah, oke?"
"Ga boleh di sini? penasaran tau isinya" rengek Alea karena ingin cepat-cepat melihat isinya.
"Nggak boleh"
Alea menuruti perkataan Arlan, ia memasukan hadiah tersebut ke tas kecil berbentuk kelinci yang berwarna putih.
"Harusnya gue aja yang kasih lo hadiah, kok lo juga sih" Arlan terdiam sejenak dan dia menatap penuh arti pada Alea.
"Ini uang pertama yang gue hasilin sendiri dengan usaha gue, gue mau lo jadi orang pertama yang rasainnya pertama kali."
Alea berdebar ketika mendengar kalimat yang keluar dari mulut Arlan. Laki-laki itu ternyata menganggap dirinya sangat penting, sama seperti dia menganggapnya.
Langit sudah berwarna oranye kemerah-merahan, yang menandakan waktu sudah sore menjelang malam. Suasana sore hari memang selalu menjadi kesenangan tersendiri bagi mereka yang sedang menikmati hiruk pikuknya jalanan.
"Kita keliling dulu ya Lan!" Pinta Alea kepada Arlan yang tengah melajukan motor vario miliknya.
"HAH? APA?" Suara yang saling menyatu dengan deruan angin membuat kekacauan pada indra pendengaran mereka.
"KELILING DULU BARU PULANG!!!" Alea meninggikan nada suaranya agar dapat lebih jelas didengar oleh lelaki itu.
"EMANG GAK DICARIIN ORANG TUA LO?"
"GAPAPA KITA BENTAR DOANG." Arlan menuruti permintaan Alea, mereka berdua berkendara tanpa arah dan tujuan hanya untuk merasakan angin sore yang mendamaikan.
BAB XI
Arlan keluar kamar dengan sempoyongan, ia merasakan sakit dikepalanya. Apakah ia akan memberitahu Alea dan keluarganya sekarang? ia benar benar bingung. Arlan menuruni anak tangga satu persatu dengan perlahan, ia menjaga dirinya agar tetap seimbang dan tak terjatuh.
Arlan langsung berjalan perlahan ke arah sofa yang berada di ruang tamu, ia duduk di sana. Ia duduk sembari memegang kepalanya yang sangat sakit.
Alea baru saja turun dari kamarnya, ia berlari dan memasuki satu persatu ruangan.
"ARLAN LO DIMANA?" teriak Alea yang membuat satu rumah terdengar, Alea terus menerus mencari Arlan dan ia berjalan menuju ruang tamu.
"ARLAN, LO KENAPA?" tanya Alea yang sangat panik melihat wajah Arlan yang begitu pucat dan sangat lemas.
"Gue gapapa, Alea."
"Nggak, pasti lo sakit kan? ayo kita kerumah sakit sekarang" ajak Alea, ia sembari menarik tangan Arlan dengan hati hati, ia merangkul Arlan agar Arlan tidak terjatuh dan Alea membuka pintu mobil, Arlan duduk di mobil. Sedangkan Alea pergi ke kamarnya untuk mengambil tas dan handphone miliknya.
Di perjalanan Arlan sudah sangat lesu dan ia tak berbicara satu kata pun, Alea sangat panik melihatnya. Alea benar benar ingin menangis sekarang, ia tak tahu apa yang harus ia lakukan selain membawanya ke rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, Alea langsung memanggil dokter. Arlan dibawa ke salah satu kamar di rumah sakit tersebut, dan dokter dan susternya datang untuk memeriksa.
Di sisi lain Alea mengurus registrasi rumah sakit untuk Arlan, setelah itu Alea menunggu dokter keluar, ia terus menggigit ujung kuku nya, ia sangat panik dan takut. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Arlan? Kenapa ia bisa seperti itu?.
KREK…
Pintu sudah terbuka! Alea sedikit lega mendengarnya, tetapi ia takut untuk mendengar apa yang akan disampaikan dokter tentang Arlan.
"Dengan kerabat Arlan?"
"Iya benar, saya sahabatnya."
"Ah iya! Arlan mengidap penyakit kanker stadium 4, yang dimana kanker stadium 4 sudah sangat parah dan umurnya sudah tidak lama lagi… karena kanker yang dialami Arlan ini sudah menyebar ke jaringan tubuh lainnya."
Apa? Kanker? Alea sangat terkejut mendengarnya, selama ini ia tak pernah tahu jika Arlan mempunyai kanker, Mengapa Arlan tak pernah memberitahu kepada dirinya?. Ia sangat sedih, lemas, dan tak tahu ia harus apa lagi setelah mendengar penjelasan dokter.
"Baik, terimakasih bu." Setelah itu Alea langsung masuk untuk menemui Arlan. Alea melihat Arlan yang berbaring lemas tetapi masih sadar.
"Arlan…" Ucap Alea dengan mata yang berbinar-binar menahan tangisnya.
"Maaf…"
"Kenapa lo ga kasih tau gue dari dulu? kenapa gue baru tau sekarang Lan?" tanya Alea yang lagi menahan tangisnya.
"Maaf… gue takut lo kepikiran tentang gue, gue nggak mau buat lo khawatirin gue."
"Umur gue udah nggak lama lagi ya? gue boleh minta sesuatu sama lo, Alea?" lanjut Arlan.
"Boleh banget Lan."
"Gue mau buat 100 permohonan sebelum gue pergi, dan gue mau ngelakuin semua itu bareng lo."
Alea mengangguk dengan cepat yang berarti ia setuju, ia tak kuasa untuk menahan tangisnya, ia benar-benar menangis. Ia berpikir jika dirinya benar-benar di tinggal oleh Arlan, Alea mungkin kehilangan semangat hidup bahkan hari harinya akan terasa hambar jika tidak ada Arlan.
BAB XII
Pagi hari ini, tepat jam 8.00 di kamar. Arlan sudah mulai menulis di buku kecil berwarna coklat, ia menulis 100 permohonan yang ingin ia jalankan bersama dengan Alea. Arlan sudah merasa tubuhnya lebih baik daripada kemarin.
Ia benar benar sangat bersemangat saat menulis semua permohonan tersebut dan berpikir dengan baik-baik. Mungkin ia hanya mempunyai waktu 1 sampai 2 tahun untuk melakukan permohonan tersebut, ia berharap permohonan tersebut dapat dilakukan semua sebelum dirinya dipanggil oleh Tuhan.
1. jalan ke taman
2. nonton bioskop
3. ke pantai sampai sore
4. karaoke
5. melukis
6. pergi ke museum
dst.
Seperti itu lah permohonan yang ditulis oleh Arlan, ia menghabiskan waktu sekitar satu setengah jam untuk menulis permohonan tersebut.
Hari ini ia ingin menjalankan permohonan yang pertama yaitu jalan ke taman. Arlan dan Alea sangat suka di taman, di sana sangat nyaman, dan membuat pikiran tenang.
Sesampainya di taman mereka menghirup udara yang sangat segar dan menjernihkan pikirannya di sana.
"Lan." panggil Alea
"Kenapa?"
"Gue sayang banget sama lo."
"Gue juga." Arlan mengelus surai panjang milik Alea dan menatapnya dengan penuh arti.
Alea sangat senang menjalankan permohonan itu bersama Arlan, terkadang jika ia mengingat apa yang dialami Arlan ia akan merasa sangat sedih.
Arlan berjalan ke arah Alea sambil menatap senja yang mulai redup.
“Maaf sudah membuat lo terlibat dalam permohonan gue." Ucap Arlan lingung sambil menatap mata syahdunya.
“Untuk apa meminta maaf? gue seneng kok jalaninnya” Jawab Alea yang diiringi senyum manisnya.
“Ini baru awal, gue akan terus nemenin lo sekarang permohonan ke 17 kan?? ayo kita masak!!” Lanjutnya dan langsung menarik Arlan ke arah dapur.
Arlan tak tahu bagaimana cara mengungkapkan rasa syukurnya karena bisa bertemu dengan manusia seperti Alea.
“Pipi lo banyak tepung, hahaha dasar cemong!” Ucap Arlan sambil tertawa.
“Ugh!!! sakit tau” Tangan Arlan kesakitan karena pukulan Alea yang tidak main-main.
Mereka benar-benar terlihat sangat bahagia.
Tak terasa hari ini adalah permohonan ke 41, mereka sudah hampir menghabiskan waktu sekitar 1 tahun. Apakah permohonan ini bisa selesai sampai akhir? atau akan berhenti di pertengahan jalan?.
di permohonan ke 41 ini Arlan menuliskan '41. berenang' ya benar mereka akan berenang hari ini. Mereka berdua menghabiskan waktu di kolam renang, terkadang mereka menaiki perosotan, terkadang Alea tenggelam karena ia tak bisa berenang.
BAB XIII
Malam yang sunyi dan tenang ini Arlan mengajak Alea untuk mengobrol di ruang tamu, ntah apa maksud dan tujuannya, tetapi Alea menuruti permintaannya.
"Alea."
"Ya?"
"Makasih banyak udah nemenin gue dari gue di bully, gue kehilangan semangat hidup, sampai sekarang."
"Sama-sama Lan, gue seneng kok ngelakuin ini semua."
"Yaudah gue ke kamar dulu ya. Good night, Alea."
Tak terasa langit sudah cerah, burung burung bersiulan, dan pohon tertiup angin. Alea langsung turun ke bawah untuk sarapan, di meja makan sudah ada Papa, Mama, Arlan, dan tak lupa juga Ciko, kucing milik Alea yang memiliki bulu berwarna coklat itu.
Orang tua Alea sudah menganggap Arlan seperti anaknya sendiri, tentu saja mereka sangat perhatian dan peduli dengannya
"Lan, permohonan kita udah ke berapa?" Tanya Alea sembari mengunyah nasi goreng yang Mama nya siapkan untuk keluarganya.
"Udah ke 62."
"Wih bentar lagi selesai nih." Ucap Alea dengan senang
Setelah selesai makan Arlan berjalan untuk menaruh piring yang habis digunakan sedari tadi ke wastafel, tadinya ia ingin mencucinya, tetapi tiba-tiba piring yang dipegang Arlan terjatuh dan hampir mengenai kakinya.
"Aw, kepala gue sakit banget." Ucapnya sembari memegang kepala yang terasa sakit itu, Arlan berusaha mencari kursi agar ia merasa lebih baik.
"ARLAN, LO KENAPA?" Alea yang tadinya menikmati sarapannya kini menjadi panik saat melihat Arlan. Ia langsung berlari ke arah Arlan dan berusaha menariknya untuk duduk.
Tetapi dunia berkata lain, Sebelum Alea menarik tangan Arlan, Arlan sudah terjatuh di lantai. Mungkin saja ia hanya pingsan?
"Lan, bangun Lan!" Ucap Alea sambil menepuk-nepuk pipi Arlan. Ia sangat panik, cemas saat itu juga.
Tak lama orang tua Alea datang untuk melihat apa yang terjadi di ruang makan. Setelah itu Johnny, ayah Alea menggendong tubuh Arlan menuju kamarnya. Johnny mengecek denyut nadi tangan Arlan, detak jantung, hingga hidung nya.
"Nak… Arlan sudah tidak ada." Ucap Johnny kepada Alea, Alea langsung menangis sejadi-jadinya, ia berlari menuju tubuh Arlan yang sudah tidak bernyawa itu dan memeluk Arlan.
BAB XIV
Hari esok kini tiba, Alea selalu menjalani hari-harinya dengan penuh kesedihan. Sampai suatu hari Alea bertemu dengan sosok laki-laki yang perhatian dan peduli terhadap dirinya, ia menjadi lebih bahagia. Walaupun ia sudah menemukan sosok laki-laki lain, tetapi Arlan memiliki tempat yang khusus di hati Alea.
'Arlan sampai kapanpun itu, kita harus selalu bersama ya? walaupun lo udah nggak ada lagi di samping gue, tapi gue yakin lo lihat gue dari atas sana. Dan walaupun aku memiliki seseorang yang akan ku genggam, dengan cincin yang ada di jari manisku, kamu tetap jadi seseorang yang paling berarti dalam hidupku. Terima kasih waktumu, terima kasih untuk segalanya, Arlan Aurelio.' –Alea.
Sebaik apapun caramu berpamitan, perpisahan akan tetap menyakitkan.
Tidak ada yang salah perihal jatuh cinta. Hanya saja, waktu dan takdir yang tidak sejalan dengan rencana.Manusia yang berencana dan Tuhan yang menentukan. Sekeras apapun manusia berencana, jika Tuhan sudah merancang skenario lain, manusia bisa apa selain merelakan?
Terima kasih karena pernah jadi dua insan yang sama-sama saling memberi hangat. Terima kasih karena pernah jadi bagian dari kisah cinta paling indah untuk diri masing-masing. Dan terima kasih karena sudah berhasil merelakan satu sama lain.
Kalian hebat dan akan selalu jadi hebat.
Selamat menjalani kebahagiaan baru.