Monster Haunt
Monster Haunt
Riefka Patricia Antonius dan Oktavia Chandra
XI AK 2
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat tuhan YME atas berkat rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan novel ini dengan tepat waktu. Pada kesempatan yang baik ini, tim penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar– besarnya kepada Ibu Dra. Yunianti Dwi Rinukti selaku guru Bahasa Indonesia yang telah membantu penulis menyelesaikan novel yang berjudul “ Monster Haunt”. Penulis menyadari, bahwa novel yang penulis buat ini masih jauh dari kata sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bisa membangun. Penulis mohon maaf bila ada kesalahan kata maupun kekeliruan kalimat, terimakasih.
PROLOG
Malam itu angin berhembus kencang membawa rintik-rintik hujan membasahi bumi. Seorang gadis, dengan mantel hitam berlari kecil guna mempercepat langkahnya agar segera sampai ke rumahnya tanpa harus kebasahan.
Namun sayang, gerimis kecil itu tiba-tiba berubah menjadi hujan deras membuat si gadis harus segera mencari tempat berteduh kalau tidak ingin basah kuyup. Hingga langkah kakinya membawanya untuk berteduh di depan sebuah klinik yang sepertinya sudah mau tutup mengingat hari sudah hampir mencapai tengah malam, la merutuki bosnya yang menurutnya sangat tidak pengertian hingga membuatnya harus bekerja lembur dan pulang larut malam tanpa alasan yang jelas. "Padahal aku tidak merasa memelototinya tadi. Dasar wanita tua tak berperi kemanusiaan!" rutuknya.
Tiba-tiba sayup terdengar suara rintihan kesakitan dari arah gang sempit di samping klinik tempat si gadis berteduh. Karena penasaran la pun mencoba mengintip sedikit dari balik dinding, Gadis itu langsung terkesiap dan segera membungkam mulutnya agar tidak menimbulkan suara apapun. Disana, di ujung gang sempit itu terlihat jelas siluet dua orang.
Satu nampak seperti wanita yang sering ia lihat di majalah fashion yang kini tengah naik daun, dan yang satunya lagi tampak seperti badut di film horor yang pernah ia tonton, dengan seringai menyeramkan yang menampilkan gigi-gigi runcing serta salah satu tangan sedang menggenggam sebilah pisau yang kini tengah di arahkan untuk menggorok leher sang model wanita tersebut.
Jantung sang gadis berdetak cepat hingga terasa sakit, adrenalinnya terpacu. Mengendap- ngendap, ia pun mencoba mendekati mereka perlahan. Setelah berada di jarak yang cukup dekat, la segera menerjang si badut hingga membuat mereka terjerembap ke aspal yang penuh genangan air genangan hujan. Detik selanjutnya bogeman- bogeman mentah menghantam wajah sang badut telak.
Dengan sekuat tenaga sang badut mencoba melawan, tapi sang gadis tidak membiarkannya. Dia terus menghantamkan bogeman mentahnya hingga sang badut hampir kehabisan tenaga, dan wajah sang badut sudah memar disana sini, bahkan bibir dan hidungnya. mengeluarkan banyak darah.
Setelah merasa cukup sang gadis pun berhenti sambil terengah-engah. la menatap sang badut yang sudah terkapar mengenaskan di bawahnya. Namun, tiba-tiba badut itu tersenyum miring dan keadaan pun seketika menjadi terbalik. Sang gedis terkungkung di bawah sang badut yang menyeringai senang.
"Well, lumayan juga untuk gadis cantik sepertimu. Altea Mouren? Nama yang cukup bagus. Katanya sambil menarik seuntai kalung emas berukiran nama yang melingkar indah di leher jenjang sang gadis. Badut itu menghirup dalam kalung emas berukir nama Altea disana.
"Aromamu juga sangat nikmat, manis, kata sang badut sambil tersenyum membuat Alexa mengernyit jijik melihatnya. Dengan sekuat tenaga Altea mencoba mendorong badut itu agar menyingkir dari atas tubuhnya, tapi hasilnya nihil. Badut itu justru menggenggam kedua tangan Alexa dan menahannya di atas kepala. Sambil menyeringai dan terkekeh badut itu memperhatikan detail wajah Altea dari jarak yang cukup dekat "Seharusnya kau tidak menganggu kesenangan orang lain, cantik
"katanya sambil menggores leher Altea membuatnya berontak marah. "Lepaskan, sialan! "kata Altea berontak marah.
“Ssstt... gadis cantik tidak boleh mengumpat "kata badut itu terkekeh dan tanpa aba-aba menggores lebih dalam leher Altea. Sontak Altea membulatkan matanya dan berontak dengan semakin beringas. Goresan itu berlangsung cukup lama dengan tubuh Altea yang tidak bisa bergerak karena tertahan tubuh sang badut. Setelah tautan goresan mereka terlepas, Altea segera mendorong sang badut dan lekas berdiri. Menatap garang sang badut yang masih saja terkekeh, Alexa mengalihkan atensinya sejenak pada wanita yang ingin la tolong tadi.
Dan wanita itu sudah terbujur kaku di sana dengan luka sayatan cukup dalam di lehernya yang menyebabkan banjir darah di sekitar tubuh wanita itu. Altea terdiam sesaat memandang mayat model wanita itu yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri sambil memegang luka yang ada di lehernya, ia pun menghembuskan nafas lesu, la gagal menyelamatkan wanita itu. Suara gemerisik membuat Altea menoleh dan mendapati badut menyeramkan tadi sudah tidak ada.
Altea menoleh ke sekitarnya guna mencari jejak keberadaan badut itu dan hasilnya nihil. Badut itu tiba tiba menghilang seperti tidak pernah ada di tempat itu. Dahi Altea mengernyit heran, tanpa sadar ia menyentuh lehernya yang sudah banyak mengeluarkan darah. Tiba-tiba ada sesuatu yang menyentuh bahunya membuat Altea seketika menoleh den mendapati seorang pria tampan dengan mantel hitam yang terasa familiar baginya sedang menatap khawatir padanya.
Altea hanya bergeming menatap pria tampan itu, ia seperti terhipnotis dengan ketampanannya, Altea menggelengkan kepalanya guna membuatnya kembali sadar
"Apa yang sedang nona cantik ini lakukan di tempat seperti ini? Apa kau tersesat?"tanya pria itu ramah.
"Ti-tidak....a-aku Sosok hanya hanya. "Altea merasa gugup seketika entah karena apa di hadapannya ini biarpun terlihat ramah tapi tatapan matanya cukup mengintimidasi, serta aura kelam yang juga mengelilinginya mampu membuat Altea gugup seketika
"Ayo kalau begitu, mari saya antar anda pulang. Sepertinya anda benar-benar tersesat” kata pria itu lagi kali ini sambil mencoba menarik tangan Altea agar mengikutinya.
"Ti-tidak usah. Saya bisa pulang sendiri”tolak Altea halus
"Tapi aku tidak menerima penolakan, cantik!" katanya menyeringai dengan wajah yang sudah berubah menjadi badut yang tadi menggorok leher sang model kemudian menyeret Altea kasar. Altea pun berteriak histeris dan berontak, tapi badut itu bergeming dan terus menariknya menuju sebuah sedan hitam yang diparkir badut tepat di depan gang itu.
Kemudian itu mendorong kasar Altea masuk ke dalam mobil. Di dalam mobil Altea terus berontak dan berteriak minta tolong, tapi segera mulutnya di bungkam oleh tangan si badut tadi
"Aku sarankan jadilah gadis baik yang penurut kalau kau masih ingin hidup "katanya berbisik tepat di telinga Altea. Ia pun menggigit tangan sang badut agar ia melepaskan bekapannya di mulut Altea "Dan kau, berhentilah jadi pria psikopat tak tau diri atau kujamin aku akan memotong kedua tangan sialanmu itu “kata Altea penuh emosi Sedetik Altea melihat tatapan terkejut di mata sang badut, tapi kemudian itu berubah menjadi tawa menyeramkan yang sanggup membuat bulu kuduk Altea berdiri.
Badut itu kemudian mendesis seperti orang sinting lalu menarik Altea ke pelukannya sambil tertawa-tawa. Altea terkejut bukan main, ia meronta mencoba melepaskan kedua lengan kekar yang melingkari perutnya tanpa izin tapi seketika rontaannya itu berhenti saat mendengar serentetan kata yang di ucapkan sang badut. Satu kalimat namun memiliki efek buruk bagi jantung dan masa depan Altea
"Jika aku tidak bisa memilikimu. maka yang lain pun juga tidak akan aku biarkan dapat memilikimu." kata itu dengan kesungguhan yang mampu membuat jantung Altea berdetak kencang dan kepalanya berdenyut menyakitkan. Altea bertanya-tanya kesalahan apa yang pernah ia perbuat hingga ia harus terjebak di situasi seperti ini dengan badut menyeramkan yang hobi menggorok leher orang. "Bagaimana jika aku menolak?" tanya Altea
“ Berarti kau harus mati. Karena sudah kubilang yang boleh memilikimu hanyalah aku” kata sang badut dengan nada tinggi. Altea pun menoleh ke belakang sambil mencoba melepaskan lengan kekar yang masih setia membelitnya.
"Oh, please. Aku hanya ingin melihat wajahmu” kata Altea lembut sambil tersenyum mencoba meyakinkan sang badut. Akhirnya sang badut pun melepaskan rengkuhannya meskipun ia terlihat enggan melakukan itu. Setelah itu mereka duduk saling berhadap-hadapan, Altea pun mulai memperhatikan setiap inci wajah sang badut di depannya. Sebenarnya badut di depannya ini cukup tampan tapi sangat sinting. Altea sengaja menatap lama-lama pada mata sang badut untuk memancing sang badut. Dan itu pun termakan jebakannya dengan langsung memerhatikan kembali mata Altea dengan beringas. Altea pun mencoba mengimbangi tatapan sang badut agar sang badut terbuai dan akhirnya lengah. Altea nyaris terkecoh dengan mata sang badut yang sangat tampan.
Lalu tiba- tiba sang badut langsung membopong Altea untuk dibawa kemarkasnya. Tidak Tidak Batin Altea berteriak di dalam mobil, la berusaha berontak dan mendorong badut jadi-jadian saat akan mengikat tangannya. Tapi hal itu justru membuat sang badut semakin beringas. Mobil terus menderu membelah jalanan kota Amsterdam di tengah malam yang dingin. Altea terus memutar otak untuk bisa melepaskan belitan sang badut di tubuhnya. Tapi semakin la berontak semakin erat pula tali yang ada di tubuh nya.
Akhirnya la memutuskan untuk pasrah karena ia sudah kehabisan tenaga untuk berontak. Namun, saat sang badut lengah ia pelan pelan mengambil pisau kecil yang ia selipkan dibelakang bajunya untuk berjaga- jaga jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Ia menjauhkan sedikit tubuhnya saat itu lah Altea langsung memotong ikatan yang ada di tangannya, dan dengan refleks mencekik leher sang badut dan membenturkannya ke kaca pintu mobil hingga kaca itu pun pecah dan membuat sang badut itu pingsan. Akibat kejadian itu Liam, sang supir sekaligus asistennya harus menghentikan mobilnya untuk melihat keadaan sang majikan dan saat ia menoleh kebelakang bangku penumpang ia dihadiahi tinjuan maut milik Altea "Well, tidak sia-sia juga berlatih boxing," kata Altea sambil Tersenyum miring. la pun segera keluar dari mobil Itu dan berjalan ke arah yang berlawanan dari tujuan mobil itu. Saat sudah sampai di rumahnya ia segera mengunci semua pintu den jendela. Lalu berlari ke kamanya yang ada di lantai dua.
Besok pagi-pagi sekali Altea berencana akan menelpon orang tuanya yang sedang menghadiri pernikahan rekan bisnis mereka di Indonesia dan meminta mereka agar segera pulang. Karena kali ini ia benar-benar merasa takut untuk tinggal sendiri lebih lama lagi. Sementara itu dilain tempat. Sang badut yang sudah sadar terus menerus tertawa sambil menyentuh belakang kepalanya dan mendapati cairan berwarna merah pekat nyaris hitam. la pun menggeram marah lalu berkata dengan dingin.
"Kau akan jadi milikku Altea dan tidak akan aku lepaskan kau selamanya." katanya sambil menyeringai seperti psikopat sinting dengan wajah badut.
Chapter 1
Sudah seminggu berlalu sejak kejadian naas itu. Badut menyeramkan itu tidak pernah lagi muncul di hadapan Altea selama seminggu ini. Hari ini seperti biasa Altea harus pergi ke kampus dan setelah nya Altea harus bekerja paruh waktu di sebuah kafe tidak jauh dari kampusnya guna memenuhi kebutuhan sehari-hari dan membayar uang kuliahnya.
Sejak menginjak remaja Altea terbiasa hidup mandiri dengan bekerja paruh waktu untuk memenuhi kebutuhannya, termasuk biaya pendidikannya meskipun kedua orang tuanya lebih dari mampu untuk membiayainya. Namun tetap la bersikeras untuk hidup mandiri, beralasan kalau itu adalah bentuk pelatihan untuk dirinya agar suatu hari ia mampu meneruskan usaha keluarganya dengan sebaik-baiknya. Kafe itu milik Mrs. Andrea, seorang janda paruh baya yang memiliki pengendalian emosi di bawah nol.
Altea menghampiri temannya, Anne yang sepertinya sedang dalam masalah, karena ia dikelilingi oleh empat orang cowok tampan yang terkenal seantero kampus tapi senang membuat masalah. Mereka mengelilingi Anne tepat di depan lokernya sendiri, dengan tatapan predator mereka yang membuat Altea ingin meninju wajah mereka satu persatu. Anne memang terlihat seperti gadis lugu yang mudah diperdaya meskipun dia terlihat sangat cantik, dengan rambut blonde dan mata coklatnya yang besar yang membuatnya nampak seperti boneka. Hal itulah yang membuat Altea selalu berusaha melindunginya, baginya Anne seperti adik kecilnya, Asta, yang meninggal karena di bunuh oleh psikopat sinting yang menculiknya saat ia baru berumur 8 tahun. Ingatan pahit itu selalu menghantui Altea dulu, ia selalu menyalahkan dirinya sendiri karena tidak sanggup menjaga adik kecilnya dengan baik. Maka dari itu untuk menebus kesalahannya Altea menjadi sangat protektif terhadap Anne, meski mereka hanya berbeda beberapa bulan tapi Altea selalu bertindak sebagai seorang kakak bagi Anne, dan Anne sangat tidak keberatan akan hal Itu.
Altea bagi nya memang bukan hanya sekedar teman, tapi lebih ke saudara perempuan yang tak pernah ia punya karena seluruh kakak nya adalah laki-laki dan Anne yakin mereka bahkan lupa kalau mereka memiliki satu orang adik perempuan yaitu dirinya.
"Ada apa ini?" tanya Altea berdiri di antara Anne dan keempat cowok tersebut, berusaha melindungi Anne.
"Easy woman, aku hanya ingin mengajaknya berkencan." kata salah satu dari keempat cowok yang memiliki rambut pirang nyaris putih, matanya yang berwarna biru terang menatap Altea dari atas sampai bawah dengan pandangan tidak senonoh. Altea mendengus kasar dibuatnya dan nyaris melayangkan tinjuan mautnya pada cowok itu, tapi tangan Anne menahannya. Ia berbisik memohon pada Altea untuk segera membawanya pergi dari sini karena ia tidak ingin terlibat masalah dengan empat bad boy kampus itu. Dengan berat hati Altea akhirnya menarik Anne untuk segera masuk ke dalam kelas tanpa menghiraukan siulan dan gumaman tak jelas dari keempat cowok tersebut. Tanpa menyadari ada sepasang mata hitam kelam yang menatap tajam kepergian mereka dari ujung lorong tepat di samping loker. Lalu laki- laki tampan dengan kaca mata itu pun pergi sambil mengepalkan tangannya.
Suara riuh rendah di dalam ruang kelas sebuah fakultas psikologi tiba-tiba berhenti saat seorang dosen muda tampan berkacamata berjalan masuk ke dalam ruang kelas itu
"Perkenalkan saya adalah dosen mata kuliah psikologi kejiwaan kalian yang baru. Nama saya, Joseph Ackerman." katanya memperkenalkan diri sambil memindai seluruh mahasiswanya, kemudian ia pun tersenyum manis.Terdengar suara bisik-bisik disekitarnya. Bahkan beberapa mahasiswi ada yang terang- terangan menatapnya lapar. Menjijikan, dengusnya dalam hati.
"Mari kita mulai perkuliahan hari ini, lanjutnya dengan tersenyum ramah. Altea memandang dosen baru tersebut dengan mata memicing, la seperti pernah melihat wajah itu tapi ia lupa dimana. "Altea, aku benar- benar tak percaya ini! Sir Joseph yang menjadi dosen Psikologi Kejiwaan kita!" bisik Anne dengan sangat antusias dari sebelah Altea. Altea mengerutkan keningnya dalam, ia merasa pernah mendengar nama itu tapi sekali lagi ia lupa dimana.
Melihat sehabatnya mengerutkan kening membuat Anne memutar bola matanya jengah, la yakin sekali sahabatnya yang cantik. disampingnya ini melupakan dokter tampan dan terkenal yang sedang menerangkan materi di depan. Baru saja Anne ingin memberi tahu pada Altea tentang dosen baru mereka, tiba-tiba sebuah suara bariton menginterupsi.
"Miss Altea seusai jam kuliah ini selesai jangan lupa untuk datang ke kantorku, kata Mr. Joseph sambil menunjuk Altea yang langsung melotot kaget.
“Y-ya... Mr. Joseph."jawab Altea tergagap. Anne hanya bisa menatapnya prihatin. Semoga saja Altea tidak akan dihukum, Batin Anne. Menepati janjinya, seusai jam kuliah selesai. Altea segera mengikuti Mr. Joseph menuju kantornya. Untung saja dosen mata kuliah selanjutnya memiliki halangan untuk hadir jadi ia tidak akan ketinggalan mata kuliah selanjutnya. Altea mulai berpikir apa yang terjadi sampai la harus dipanggil oleh dosen baru tampan yang sedang berjalan di depannya ini. Apa ia membuat kesalahan, tanyanya dalam hati.
Setibanya di ruangan milik Mr. Joseph, Altea langsung menatap aneh ornamen badut dengan seringai menyeramkan berambut hijau yang di letakkan tepat di tengah-tengah satu- satunya meja yang ada di situ. Kepala ormamen badut itu bergoyang- goyang seperti mengejeknya karena tidak waspada dan melupakan bahaya yang selama ini mengintainya, la segera berbalik bermaksud lari, tapi ia kalah cepat dari Mr. Joseph yang sudah berdiri tepat di depan pintu dengan menyeringai. Baru saja Altea ingin berteriak tapi tiba- tiba saja sesuatu yang membungkam mulutnya. Ia pun mencoba untuk melepaskan tangan yang ternyata milik Mr. Joseph. Sialan, saat tangan itu terlepas Altea sudah mengambil ancang-ancang siap untuk menampar badut sialan yang kini menyamar menjadi dosennya itu, tapi lagi-lagi la kalah cepat. Mr. Joseph sudah menahan tangan Altea di udara sambil menyeringai.
Altea balas menatapnya dengan tatapan penuh dendam membara. Mr. Joseph terkekeh melihat wanita cantik di depannya ini sama sekali tidak takut padanya.
"Kita bertemu lagi, Altea, " katanya mengucapkan nama Altea lamat-lamat, seolah nama itu memiliki kenikmatan tersendiri saat ia mengucapkannya.
"Lepaskan saya atau saya akan..."
"Berteriak? Silahkan saja toh ruangan ini kedap suara." balasnya santai sambil mengunci pintu dan berjalan santai ke balik meja kerjanya. Mr. Joseph kemudian duduk sambil menatap intens Altea dengan kedua bola mata berwarna biru gelapnya. Membuat Altea merasa risih dengan tatapan intens itu. Seolah- olah Altea adalah santapan terlezat yang tak sabar untuk ia lahap. Altea terkekeh sinis kemudian berkata dengan cemohan yang kental.
"Jadi kau menyamar menjadi dosen tampan hanya untuk mengejarku? Menyedihkan sekali "kata Altea sambil bersedekap dan menatap balik dengan berani mencoba mengintimidasi dosen gadungan yang ada di hadapannya ini. Mr. Joseph tersenyum miring menangkap setitik ketakutan disana.
Kemudian ia berkata dengan suara serak
“Apa kau takut aku berhasil menangkapmu dan membawamu ke tempatku, Altea?"katanya lagi-lagi dengan intonasi yang sama saat menyebutkan nama Altea tadi.
Sontak hal itu pun berhasil menyulut emosi Altea karena merasa telah dilecehkan. Alexa pun dengan penuh emosi menggebrak meja kerja Mr. Joseph dengan cukup keras. Kemudian meraih hiasan badut yang sedang menyeringai tadi dengan kasar, lalu mencabut kepala hiasan badut itu dan melemparnya ke lantai. Nafasnya masih naik turun karena emosi, baru saja la ingin membanting sisa hiasan badut yang masih ada di tangannya ke lantai saat sebuah kilauan berhasil menarik perhatiannya.
Sebuah cincin bertahtakan berlian berwarna tosca berhasil membuatnya mematung di tempat dengan kernyitan di dahi. Seperti bisa membaca jalan pikirannya yang sedang bingung Mr. Joseph kemudian berkata dengan intonasi yang sangat tenang,
"Jika kau memakai cincin itu semua orang yang kau sayangi akan aman. Tapi jika kau membuangnya maka kematian akan jadi lebih baik daripada harus menerima kemurkaanku." Altea mengerjapkan matanya beberapa kali mencoba mencerna situasi yang mendadak berubah menjadi absurd seperti ini.
“Apakah la sedang melamarku saat ini? Dengan kalimat datar dan penuh ancaman seperti itu?.” Batinnya.
Setelah hening cukup lama Altea tersadar dan berkata,
”Ini sebuah lamaran? Secepat ini?"tanyanya tak percaya.
"Well, terserah kau mau menyebutnya apa yang penting sekarang adalah kau mau atau tidak.” balas dosen gadungan itu sambil menatap tajam pada Altea.
"Tidak. Tidak akan pernah ku jawab” Altea lantang seraya melempar cincin itu ke sembarang arah yang segera memancing emosi dosen gadungannya itu. Wajah sang dosen perlahan mulai berubah menjadi badut menyeramkan yang tempo hari pernah Altea lihat. Namun, kali ini ada yang berbeda. Warna rambutnya berubah menjadi warna merah bata dimana seharusnya berwarma hijau, dan badut itu menyeringai lebar dengan tatapan tepat ke manik mata Altea. Tatapan itu seperti menjanjikan sesuatu yang sangat buruk akan terjadi. Kini, Altea tahu ia telah salah mengambil langkah.
Chapter 2
Satu hal yang ada dipikiran Altea saat ini. “Apakah badut ini dapat berubah-ubah seperti bunglon?” Karena seingat Altea seharusnya rambutnya berwarna hijau terang bukan malah merah bata seperti ini.
Sibuk dengan pikirannya sendiri Altea sampai tidak menyadari kalau badut di depannya itu sudah berpindah tempat ke belakang tubuh Altea dan mendekap Altea dari belakang. Altea terkejut dan langsung menjerit saking kagetnya tapi badut itu segera membalikkan tubuh Altea dan kembali menyayat leher Altea.
Sayatan penuh dendam itu perlahan berubah menjadi lebih lembut namun tetap sakit membuat Altea perlahan berhenti memberontak dan tanpa sadar mulai menikmati sayatan yang diberikan oleh sang badut, Sang badut tentu saja merasa senang dengan penerimaan yang dilakukan Altea. Perlahan ia menggiring Altea menuju sofa berwarna cokelat tak jauh dari posisi mereka. Lalu merebahkan tubuh Altea disana dengan sangatlembut dan hati-hati.
Namun kesadaran menyentak Altea saat tubuhnya sudah terbaring sempurna di sofa tersebut lengkap dengan badut iblis berambut merah berdiri menjulang di disampingnya, melihatinya dengan tatapan penuh semangat. Seketika itu juga Altea langsung mendorong sang badut menjauh dan mencoba berdiri. Setelah merapihkan penampilannya yang tak karuan, ia menoleh dan menatap bengis sang badut yang sedang duduk dengan santainya disofa. Sang badut pun menatap balik Altea dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Sepertinya kau sangat menikmati saat aku menyayatmu tadi, Altea." kata badut itu yang lagi- lagi mengucapkan nama Altea lamat lamat seperti sebelumnya, membuat perasaan kesal dan bingung tiba- tiba menyergap Altea. Namun, Altea hanya memilih mendengus kasar daripada meladeni badut sinting yang kini tengah tersenyum miring melihat tingkah Altea. Ia memilih pergi dari tempat itu sebelum sesuatu yang lebih buruk akan terjadi lagi. Karena kini ia tidak mengerti dengan perasaannya sendiri, jantungnya berdebar tak karuan namun hatinya amat sangat membenci badut sialan itu.
la berjalan cepat ke pintu dan segera memutar kenop pintu itu. Ia terkejut karena pintu itu ternyata tidak terkunci, ia pun menoleh dan kembali menatap bengis badut itu untuk yang terakhir kalinya sebelum kakinya melangkah keluar meninggalkan ruangan tersebut.
****
Sore harinya ia duduk termenung di pinggir jendela kamarnya ditemani secangkir teh mint. Ia memutuskan untuk tidak pergi ke kafe hari ini karena ia butuh waktu untuk menenangkan otaknya yang sedari tadi terus berpikir keras mencari jawaban dari serangkaian kejadian aneh yang menimpanya selama kurun waktu seminggu belakangan ini.
la semakin bingung dengan dirinya sendiri setiap kali bayangan Mr. Joseph yang tampan tiba-tiba berubah menjadi badut menyeramkan terlintas dibenaknya. Karena setiap itu terjadi jantungnya pasti akan berdebar keras entah mengapa.
“Apakah aku takut?.” Batin Altea dalam hati.
Namun, jawabannya adalah tidak. Tidak, ia tidak takut sama sekali. Justru ia merasa amat penasaran dengan badut itu. Karena di zaman modern seperti saat ini, hal-hal seperti itu sudah sangat langka. Altea merasa sangat tertarik untuk mencari tahu lebih jauh tentang sosok Mr.Joseph yang tampan serta sisi gelap nya yang berupa badut menyeramkan yang dapat mengubah warna rambutnya seperti bunglon.
la pun mulai mencari data- data yang dibutuhkan di internet. Namun setelah hampir dua jam mencari, Altea sama sekali tidak menemukan informasi yang ia inginkan. Kebanyakan artikel di internet hanya menceritakan tentang kesuksesan keluarga Joseph di bidang kedokteran, terutama di bagian penanganan masalah kejiwaan. Keluarga itu turun temurun menghasilkan dokter- dokter spesialis kejiwaan yang hebat yang diakui di seluruh dataran Belanda, bahkan nyaris diseluruh Eropa. Tak hanya berbakat, rata- rata mereka yang memiliki nama belakang Ackerman selalu dianugerahi wajah yang rupawan. Altea jadi jengah sendiri membaca artikel- artikel tersebut yang kebanyakan hanya membahas kehebatan dari klan Ackerman dan juga ketampanan para pewarisnya. Ia pun mematikan laptopnya dan berbaring telentang di tengah- tengah ranjang kesayangannya seraya menghela nafas dalam.
la kembali memutar otak untuk mendapatakan informasi tentang sisi gelap Joseph Ackerman, generasi ke sepuluh klan keluarga Ackermen.
Tiba-tiba ingatan tentang lamaran aneh tadi siang melintas kembali di benaknya. Altea mengernyitkan keningnya dalam mencoba menyambungkan serangkaian peristiwa yang menimpanya beberapa hari ini yang kesemuanya berhubungan dengan si badut iblis itu. Tapi justru hal itu menimbulkan satu kesimpulan yang membuat bulu kuduk Altea berdiri.
Badut iblis itu tertarik padanya.
Mulut Altea sontak menganga lebar tak percaya dengan kesimpulan yang baru saja didapatnya. Ia segera bangkit dari ranjangnya karena mendengar handphone nya berbunyi. Ternyata ia mendapat panggilan video call dari ibunya. la pun segera mengangkatnya di dering ketiga. Ibunya tampak menghela nafas lega saat wajah Altea terlihat dilayar handphone nya.
"Hai, mom."sapa Altea seraya tersenyum lembut.
"Hai juga, nak. Bagaimana kabarmu? Apa semuanya baik-baik saja?" tanya ibunya dengan mimik khawatir.
"Ya, semuanya baik-baik saja disini."jawab Altea setenang mungkin karena ini pertama kalinya ia berbohong pada ibunya itu.
"Syukurlah kalau begitu. Berarti kami sudah bisa pulang kesana?" tanya ibunya.
"Sepertinya belum, mom. Aku belum tahu pelaku pembunuhan itu siapa. Memang tidak ada yang terjadi selama seminggu ini, tapi situasinya belum cukup aman, mom." jelas Altea sambil memijit pangkal hidungnya.
"Kalau begitu kita kembali saja ke Indonesia. Kita tinggalkan Amsterdam untuk selamanya, Tea. Mom sangat khawatir padamu." pinta sang ibu dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
Altea pun mencoba memberikan senyuman tulus pada ibunya agar sang ibu tidak khawatir, tapi pada akhirnya dia pun menghela nafas sedih.
"Aku tidak bisa, mom. Sebentar lagi ujian akhir semester." kata Altea seraya menghela nafas sedih.
"Kalau begitu tinggal lah dengan Paman Tom dan Bibi mu setelah ujian. Mom sangat khawatir padamu, tea..." kata ibunya seraya menatap altea penuh permohonan. Altea pun mengangguk pelan membuat hembusan nafas lega keluar dari mulut ibunya. Setelah telpon dari ibunya berakhir, Altea kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjang kesayangan miliknya. Ingatannya memutar kembali saat kejadian perdebatan sengit pertama kali antara ia dan orang tuanya. Ya, dia segera menelpon kedua orang tuanya sehari setelah kejadian naas itu. Dia menceritakan kejadian yang menimpanya meski tidak semua. Fakta kalau sang pembunuh adalah Sir Joseph yang terkenal tidak ia ungkapkan, apalagi si pembunuh itu sekarang menyamar menjadi dosennya.
Karena ia tidak mau dianggap gila oleh kedua orang tuanya karena mengarang sesuatu yang tidak mungkin dan ia juga tidak mau mengambil resiko kalau ternyata informasi itu bisa semakin mengancam keselamatan kedua orang tuanya. Altea hanya bercerita kalau ia telah menjadi satu satunya saksi pembunuhan keji model terkenal.
Chapter 3
Aku hanya mengerjapkan mataku beberapa kaliseperti orang bodoh di depan Mr. Hemlock.
"Apa? K-kau... bilang apa barusan?" tanya ku tergagap.
"Nope. Besok kita bertemu di kampus saat istirahat makan siang." katanya kemudian segera berlalu menuju pintu depan.
Saat ia sudah menghilang dari hadapanku aku masih termangu di tempat yang sama. Otakku seketika lambat bekerja mencerna peristiwa yang baru saja terjadi. Namun aku dikejutkan dengan suara pintu yang di buka secara tergesa- gesa. Dan sosok Mr. Joseph lah yang muncul disana, ia muncul kembali selang beberapa detik setelah ia pergi melalui pintu depan rumahku. Kemudian ia berjalan cepat ke arahku lalu langsung mengambil tangan kananku dan tiba-tiba saja memasangkan cincin itu di jari manisku. Dan setelahnya tanpa sepatah kata apapun ialangsung melenggang dari hadapanku. What the hell?!
Aku pun melotot menatap cincin yang baru saja dipasangkan di jari manisku. Berharap dengan begitu sang empunya cincin yang seenaknya saja memasangkan benda laknat ini di jariku tadi tahu betapa kesalnya aku. Benar-benar sialan, batinku berteriak marah.
Sungguh, aku benar-benar tidak sabar untuk memberinya pelajaran besok.
"Memangnya kau berani, Altea?" ejekku, batinku. Sejujurnya aku tidak mau. Aku masih sayang nyawaku. Aku tidak mungkin membuatnya mengamuk dan pada akhirnya membuatnya kembali berubah jadi badut sinting yang gemar menggorok leher orang lagi.
"Well, mungkin aku hanya akan membuatnya sedikit kesal." kataku sambil tersenyum kecil memikirkan cara balas dendam yang pas tapi tidak sampai membuatnya mengamuk.
•
•
•
Semalam benar-benar malam terburuk. Aku sama sekali tidak bisa memejamkan mataku tanpa sedikitpun terbayang wajah Mr. Joseph yang sialannya ku akui sangat tampan, dan juga misterius. Membayangkannya tiba-tiba berubah jadi badut menyeramkan itu lagi justru membuat tubuhku merasakan getaran yang aneh.
Dan pagi ini aku nyaris saja telat masuk kelas. “Benar- benar hari yang indah sekali!” Kataku sarkas. Aku menatap kosong ke arah dosen yang sedang menerangkan, entah apa di depan sana sambil mencoba untuk tidak memejamkan mata. Karena aku benar-benar mengantuk sekarang. Aku sudah memberitahu Anne kalau nanti aku akan meminjam catatannya dengan alasan kepalaku sedikit pusing jadi tidak bisa mencatat dulu.
Waktu perkuliahan pun selesai, aku mengajak Anne ke kantin untuk makan siang sebelum Mr. Joseph tiba-tiba muncul di depan kelasku.
"Hai." katanya sambil tersenyum manis padaku. Aku merasakan genggaman tangan Anne di lengan kiriku membuatku menoleh dan menatapnya, dengan tatapan bertanya. Namun ia hanya mengedip- ngedipkan matanya membuatku mengernyit bingung. Aku ingin bertanya tapi Mг. Joseph menginterupsi. Tampaknya ia sudah tidak sabar untuk makan siang denganku? Sekali lagi aku mengernyit dan akhirnya menggeleng. Aku meminta Anne untuk ikut makan siang bersama kami, namun ia menolak dengan alasan sudah memiliki janji dan kemudian melenggang begitu saja meninggalkan diriku berdua saja dengan Mr. Joseph di depan ruang kelas.
Aku pun berdeham untuk menetralisir debaran aneh di dadaku kemudian mengangguk pada Mr. Joseph. Kami pun berjalan menuju parkiran untuk menemui bugatti veyron berwarna merah metalik?.
”Ah ya, aku lupa kalau pria tampan di depanku ini sangat kaya, warisan turun temurun.” Sayang sekali ia adalah badut pembunuh karena kalau tidak aku mungkin tidak akan berpikir dua kali untuk menerima lamarannya kemarin. Maksudku lihatlah ia, tampan, kaya dengan karir yang cukup mumpuni, siapa yang akan menolaknya?. Mungkin hanya wanita sinting yang akan melakukan itu. Mungkin, kalau aku tidak tahu sisi gelapnya. Dan aku akan jadi salah satu dari sekian banyak penggemarnya. Aku langsung mengernyit jijik membayangkannya.
Aku menoleh padanya memperhatikan ia yang sedang konsentrasi mengendalikan bugatti veyron miliknya ini. Lengannya yang sedang menggenggam erat kemudi tampak lihat dan kokoh. Rahangnya yang persegi membuatnya terlihat makin tampan, bibirnya yang seksi dan mata birunya yang indah serta tatapan tajamnya yang mampu membuatku takut tapi juga penasaran. Penasaran akan apa yang sanggup ia lakukan padaku.
Setelah berkendara kurang lebih tiga puluh menit, mereka akhirnya sampai di sebuah kafe bergaya vintage. Mr. Joseph segera turun dari mobil dan berjalan memutari mobilnya untuk membukakan pintu untuk Altea yang terlihat kaget mendapatkan perlakuan manis seperti itu. Namun ia menutupinya dengan berdeham dan berkata terima kasih dengan tenang. Mr. Joseph hanya menanggapi dengan senyum tipis yang tersungging di bibirnya. la pun merangkul pinggang Altea dan menuntunnya ke dalam kafe itu. Sentuhan itu mengirim getaran listrik statis yang berhasil membuat jantung Altea berdebar keras di dadanya. la berharap Mr. Joseph tidak dapat mendengar debaran jantungnya itu, namun ternyata tanpa Altea sadari lagi-lagi Mr. Joseph menyunggingkan senyum tipis karena ia dapat mendengar dengan sangat jelas debaran jantung Altea.
la menuntun Altea ke meja yang sudah ia pesan yang terletak di ruang private khusus tamu VIP. Altea tentu terkejut saat pertama kali memasuki ruangan tersebut. la langsung merasa waspada jaga-jaga jikalau pria di sampingnya ini melakukan hal- hal yang mencurigakan.
"Aku tidak akan membunuhmu di sini, sayang.Tidak sampai kamu melahirkan anakku." kata Mr.Joseph seraya mengecup lembut tangan Altea. Altea terdiam tak menanggapi, pikirannya makin kalut saat ini. "Anak?!"desis batinnya. Dan tanpa dipinta bayangan dirinya menggendong seorang bayi mungil nan tampan pun terlintas di benaknya. Bayi yang tampan dengan mata berwarna biru sebiru lautan yang sedang merengek di pangkuannya, tapi kemudian bayi tampan itu berubah menjadi badut cilik dengan kulit semerah darah lengkap dengan cengiran sadis yang terbit di bibirnya. Altea langsung mengenyahkan bayangan menyeramkan itu dan mencoba fokus pada situasi saat ini.
la pun mengalihkan atensinya pada Mr. Joseph yang sedari tadi ternyata sedang memperhatikannya dalam diam. Altea langsung merasa gugup saat ditatap sedemikian intens seperti itu, jadi dia berdeham sekali untuk menetralkan kegugupannya dan memulai obrolan dengan Mr. Joseph agar suasana tidak canggung lagi.
***
"Apa tujuanmu mengajakku makan siang, Mr. Joseph? Apa ada sesuatu yang ingin kau bicarakan?" tanyaku dengan tenang.
Aku mengalihkan pandanganku ke arah lain saat justru Mr. Joseph hanya membalas pertanyaanku tadi dengan kekehan kecil. Suara kekehan yang justru terdengar dingin dan mengejek. Sepertinya ia sedang mencoba untuk mengintimidasiku saat ini.
"Tidak ada maksud apapun. Aku hanya ingin mengenalmu lebih dekat, Altea. Apa itu salah?" balasnya.
Oh aku benci saat ia menyebut namaku dengan intonasi seperti itu! “It's sound disgusting!.” Rutukku dalam hati.
Aku mencoba memberanikan diri untuk menatap matanya. Berharap ada celah disana agar aku bisa menyingkirkannya dari hidupku. Tapi anehnya matanya justru menyorot lembut berbanding terbalik dengan nada suaranya yang terkesan dingin dan mengejek.
Aku nyaris tersedot pusara biru itu jika saja pelayan tidak datang menginterupsi. Pelayan datang membawa makanan pesanan kami, lebih tepatnya pesanan pria dihadapanku ini karena sedari tadi aku sama sekali tidak menyentuh buku menu untuk memesan.
Lihat! Bahkan aku tidak diizinkan untuk memesan makananku sendiri. Apa-apaan?!
Satu kata untuknya, egois. Dia adalah perpaduan pas untuk tipe laki-laki yang masuk daftar blacklist ku. Aku benar-benar tidak sudi jika harus menghabiskan sisa hidupku dengan pria egois macam dia. Tapi lagi- lagi aku tidak bisa berbuat banyak untuk kali ini demi keselamatan nyawaku. Namun aku berjanji akan mencari cara untuk melepaskan diri darinya.
Pada akhirnya aku memutuskan untuk mengikuti alur hanya untuk saat ini. Makan dengan tenang dan anggun, kami sama sekali tidak memulai pembicaraan apapun selama kami menikmati hidangan yang tersaji. Hidangan yang disajikan cukup menggiurkan sebenarnya steak daging sapi nya sangat enak sepertinya menggunakan daging sapi kualitas terbaik sehingga dagingnya terasa sangat lembut di mulut. Setelah selesai makan aku izin ke toilet sebentar pada Mr. Joseph, la pun mengizinkan tapi hanya lima menit karena ia harus segera kembali ke kampus.
Dalam hati aku merutukinya, siapa juga yang menyuruhnya untuk mentraktirku makan siang di tempat sejauh ini?
Aku pun bergegas menuju toilet karena waktuku tidak banyak. Tapi nampaknya aku tersesat. Aku menoleh ke kanan kiri guna mencari pelayan restoran atau seseorang yang dapat kutanyai arah. Tapi tidak ada satupun orang yang lewat. Jadi aku memutuskan untuk terus berjalan hingga aku mendengar suara banyak orang dan suara alat-alat masak. Aku pun berjalan ke arah sebuah pintu besar yang sedikit terbuka, nampaknya itu adalah dapur kafe ini. Entah kenapa justru aku mengintip dari celah pintu yang terbuka sedikit itu. Beberapa ada yang sedang sibuk menggoreng, merebus atau memanggang entah apa dan beberapa lagi ada yang sibuk memotong-motong daging yang ukurannya cukup besar. Karena penasaran dengan orang-orang yang sedang memotong-motong daging tersebut aku pun berjalan semakin mendekati celah pintu itu.
Aku melihat ada beberapa orang yang sedang menguliti daging itu dengan pisau khusus. Saat mataku beralih pada meja yang berada tepat di belakang orang-orang yang sedang menguliti daging, mataku langsung melotot nyaris keluar. Bagaimana tidak, di sana di meja itu terdapat potongan kepala manusia yang sudah tidak utuh lagi, maksudku bagian wajah mereka sudah rusak seperti habis di hantam sesuatu bahkan ada yang bola matanya hilang sebelah. Kenapa aku sebut 'mereka' karena jumlah kepala itu tidak hanya satu melainkan lima kepala yang kesemuanya sudah tidak utuh lagi. Seketika aku langsung merasa ingin memuntahkan isi perutku.
“Tempat apa ini?!.” Jeritku dalam hati.
Aku segera mundur dan berbalik arah untuk kembali ke ruang private yang di sewa Mr. Joseph tadi melupakan niatku yang ingin ke toilet. Karena yang paling penting sekarang adalah kami harus segera pergi dari tempat ini.Saat sampai di sana aku langsung terduduk dengan wajah yang kuyakini sudah pucat pasi dan terengah.
"Kita harus segera pergi dari sini, Mr. Joseph." kataku seraya menariknya untuk berdiri.
"Kau melihatnya ya?" katanya diiringi dengusan lelah.
Aku hanya menatapnya bingung atas reaksinya barusan.
"Sepertinya aku harus segera menyingkirkan mereka semua karena sudah membuatmu melihatnya."katanya lagi seraya menyentuh pipiku lembut kemudian mengecup keningku. Dan aku hanya terdiam karena masih belum bisa mencerna situasi yang membingungkan ini.
Mr. Joseph tiba-tiba berdiri dan berjalan ke pintu. Tapi aku segera mencegatnya.
"Bisa jelaskan apa maksudnya tadi?" kataku menuntut.
"Sungguh, aku benar-benar minta maaf karena kau melihat sesuatu yang seharusnya tidak kau menoleh ke kanan kiri guna mencari pelayan restoran atau seseorang yang dapatku tanyai arah. Tapi tidak ada satupun orang yang lewat. Jadi aku memutuskan untuk terus berjalan hingga aku mendengar suara banyak orang dan suara alat-alat masak. Aku pun berjalan ke arah sebuah pintu besar yang sedikit terbuka, nampaknya itu adalah dapur kafe ini. Entah kenapa justru aku mengintip dari celah pintu yang terbuka sedikit itu. Beberapa ada yang sedang sibuk menggoreng, merebus atau memanggang entah apa dan beberapa lagi ada yang sibuk memotong-motong daging yang ukurannya cukup besar, karena penasaran dengan orang-orang yang sedang memotong- motong daging tersebut aku pun berjalan semakin mendekati celah pintu itu.
Aku melihat ada beberapa orang yang sedang menguliti daging itu dengan pisau khusus. Saat mataku beralih pada meja yang berada tepat di belakang orang-orang yang sedang menguliti daging, mataku langsung melotot nyaris keluar. Bagaimana tidak, di sana di meja itu terdapat potongan kepala manusia yang sudah tidak utuh lagi, maksudku bagian wajah mereka sudah rusak seperti habis di hantam sesuatu bahkan ada yang bola matanya hilang sebelah. Kenapa aku sebut 'mereka' karena jumlah kepala itu tidak hanya satu melainkan lima kepala yang kesemuanya sudah tidak utuh lagi. Seketika aku langsung merasa ingin memuntahkan isi perutku.
“Tempat apa ini?!.” Jeritku dalam hati.
Aku segera mundur dan berbalik arah untuk kembali ke ruang private yang di sewa Mr. Joseph tadi melupakan niatku yang ingin ke toilet, karena yang paling penting sekarang adalah kami harus segera pergi dari tempat ini. Saat sampai di sana aku langsung terduduk dengan wajah yang kuyakini sudah pucat pasi dan terengah.
"Kita harus segera pergi dari sini, Mr.Joseph." kataku seraya menariknya untuk berdiri.
"Kau melihatnya ya?"katanya diiringi dengusan lelah. Aku hanya menatapnya bingung atas reaksinya barusan.
"Sepertinya aku harus segera menyingkirkan mereka semua karena sudah membuatmu melihatnya." katanya lagi seraya menyentuh pipiku lembut kemudian mengecup keningku. Dan aku hanya terdiam karena masih belum bisa mencerna situasi yang membingungkan ini. Mr. Joseph tiba-tiba berdiri dan berjalan ke pintu. Tapi aku segera mencegatnya.
"Bisa jelaskan apa maksudnya tadi?" kataku menuntut.
"Sungguh, aku benar- benar minta maaf karena kau melihat sesuatu yang seharusnya tidak kau lihat. Tapi aku berjanji kalau hal ini tidak akan terjadi lagi. Jadi biarkan aku mengurusnya untukmu, sayang. Tenang saja hanya lima menit." katanya panjang lebar seraya melepaskan cekalan tanganku dengan lembut.
"Kau pemilik kafe ini?" tanyaku dengan suara tercekat.
"Ya." jawabnya enteng.
"Kau...bagaimana bisa kau menggunakan daging manusia untuk di hidangkan pada pelangganmu?" tanyaku pelan mencoba meredam emosi yang tiba-tiba saja menggelegak. “
Beraninya ia memberikanku daging sesamaku untuk ku jadikan makan siang!.” Desis ku dalam hati. Tanganku mengepal kuat bersiap untuk meninjunya.
"Semua pelangganku datang ke sini memang untuk mencicipi itu, sayang." katanya sambil menatap ku dengan tatapan yang sulit di artikan.
Tiba-tiba ia berjalan menghampiriku, refleks aku mundur selangkah dan ia justru tertawa mengejekku. Melihat ia tertawa mengejek seperti itu membuatku segera merangsek maju dan menubrukkan tubuhku pada tubuhnya. Kedua tanganku menarik badannya dan dengan secepat kilat aku memeluknya erat- erat, lalu aku menangis didalam pelukannya. Aku tak tahu kenapa aku tiba- tiba saja memeluknya seperti ini, mungkin aku sudah tertular penyakit gila dari pria sinting yang sedang aku peluk ini.
Akhirnya ia pun membalas pelukanku dengan erat. Tangannya merengkuhku dengan begitu posesif sedangkan yang lainnya menahan kepalaku untuk bersandar di dadaanya.
Kami berhenti memeluknya setelah aku merasa engap. Aku mendorongnya menjauh dan mengambil nafas sebanyak-banyaknya.
"Singkirkan tempat ini secepatnya jika kau masih ingin hubungan ini berlanjut." kataku dingin seraya bergegas berjalan menuju pintu.
”Sial. Apa yang sudah ku lakukan tadi?!.” Rutukku dalam hati.
Kemudian aku segera berjalan cepat menuju pintu keluar kafe ini tanpa memperhatikan apakah Mr. Joseph mengikutiku atau tidak. Yang ada dipikiranku saat ini adalah segera pergi dari tempat ini sebelum aku melakukan hal yang lebih gila dari sebuah pelukan tadi. “Apa-apaan tadi? Bagaimana bisa aku memeluknya duluan seperti itu?! Benar-benar memalukan.” Desahku seraya mengusap wajahku frustasi.
Saat selangkah lagi diriku mencapai pintu keluar seseorang menarikku dan membalikkan badanku sehingga diriku menabrak dada bidangnya.
"Baiklah. Sebagai gantinya kau harus bersedia menjadi pengantinku. Segera." kata Mr. Joseph sambil menatapku dengan tatapan menuntut. Aku hanya bisa melongo mendengar perkataannya barusan. What?!
Chapter 4
Aku melihat Altea sempat kaku sesaat setelah mendengar kalimat ku barusan. Yah, semua wanita yang waras pasti akan bereaksi seperti Altea. Wajar saja jika ia seperti itu, ia sudah begitu dalam mengetahui sisi gelapku. Tidak ada satu orang pun yang tahan jika mengetahui seorang pembunuh melamarmu bahkan menyatakan cinta padamu. Semua orang pasti akan ketakutan dan lari. Mereka pasti akan mencoba untuk bersembunyi. Tapi tidak dengan Altea, meskipun aku tahu ia menyembunyikan kedua orang tuanya di sebuah negara bernama Indonesia.
Tapi ia tidak lari, bahkan ia berani menatapku dengan tatapan tajam menusuk. Well, itulah kenapa aku jadi sangat menyukainya.
"Tidak." tiba-tiba suara lembut Altea menginterupsi.
Aku mengernyitkan dahi ku dalam mencoba meredam emosi yang ingin keluar. Aku benar-benar ingin membekapnya saat ini dan membiusnya lalu ia akan kubawa ke rumahku, istanaku. Dan segera, akan ku jadikan ia ratu sekaligus permaisuriku disana.
"Kenapa?" tanyaku tidak suka.
Tanganku tanpa sadar mencengkram erat tangannya hingga ia meringis kesakitan kemudian menghempaskan cengkraman tanganku dengan kasar.
"Kau tidak bisa menolaknya, Altea. Kau tidak bisa!" kataku emosi.
"Jangan coba-coba memaksaku, Mr.Joseph. Aku sangat tidak suka dipaksa." balasnya dingin.
Kemudian pergi meninggalkanku begitu saja. Aku menggeram marah dan menatap nyalang sosok Altea yang perlahan menghilang ditelan kerumunan para pejalan kaki. Aku benci ditolak. Belum pernah ada yang menolakku selama ini, termasuk para korbanku. Mereka bahkan dengan sukarela menyerahkan diri padaku meskipun mereka akhirnya hanya menjadi seonggok tubuh tak bernyawa. Aku pun segera berbalik menuju mobilku. Aku benar-benar butuh pelampiasan saat ini. Tiba- tiba handphoneku berbunyi. Tertera nama Kathy di sana. Aku pun menyeringai.
***
Sesampainya ia di mansionnya, Mr. Joseph pun segera turun dari mobilnya dan berjalan santai memasuki istananya itu. Sekilas dari luar mansion itu terlihat biasa saja, dengan desain modern dan mewah. Namun, tidak ada yang tahu kalau di setiap sudut rumah tersebut tersembunyi beragam macam perangkap yang di gunakan untuk mencegah para korban agar tidak bisa lari. Dan juga jangan lupakan di setiap sudut rumah terdapat cctv untuk mengawasi gerak- gerik setiap orang yang ada di mansion itu. Dan kini Mr. Joseph menyuruh Richard, kepala pelayannya, untuk menyiapkan kamar red-bunny untuk ia berpesta saat ini.
Red-bunny adalah kode nama untuk kamar terburuk. Itu adalah kamar dengan tingkat penyiksaan yang tidak dapat di duga dan tidak pernah ada yang berhasil keluar hidup- hidup, dengan atau tanpa anggota tubuh yang masih utuh. Mereka semua berakhir sebagai potongan- potongan daging yang akan menjadi makanan untuk anjing- anjing penjaga di sana.
Well, Mr. Joseph memang sedang dalam mode iblisnya saat ini. la benar-benar marah saat Altea menolaknya, berulang kali. la ingin melampiaskannya pada Altea tapi ia tidak bisa melihatnya tersakiti. Hal itu membuatnya frustrasi dan semakin marah. Maka dari itu ia mengalihkannya pada orang lain. Orang yang menurutnya lebih pantas daripada Altea nya yang cantik. Membayangkan wajah cantik Altea hanya membuat tubuhnya semakin deg- degan.
•
•
•
Sebuah mobil mewah berwarna merah menyala berhenti di pelataran parkir mansion. Dan seorang wanita berambut merah dengan dandanan yang berlebih keluar dari dalam mobil itu. la berjalan anggun memasuki mansion dan berhenti saat netra hijaunya menangkap kehadiran Richard, sang kepala pelayan, yang sedang berjalan menghampirinya.
"Dimana Nathan, Richard?" tanya wanita itu sambil menyerahkan mantel berbulunya pada sang kepala pelayan.
Richard, sang kepala pelayan tidak langsung menjawab. la memperhatikan penampilan tamu wanita tuannya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Sebenarnya wanita ini cukup cantik hanya saja sifatnya dan kelakuan buruknya lah yang menutupi kecantikan itu, alih-alih cantik memesona, wanita dihadapannya ini benar-benar terlihat seperti wanita yang baru saja belajar mendandani diri. Lihat saja pakaiannya yang hampir mempertontonkan seluruh lekuk tubuh wanita itu yang memang menggiurkan, serta bibir yang dipoles dengan lipstik merah darah, dan jangan lupakan tatapan meremehkan itu seolah- olah ia lah satu- satunya sang ratu yang patut dipuja padahal setelah ini ia hanya akan menjadi seonggok daging tak berguna yang akan jadi makanan para anjing di mansion ini.
Richard tertawa sinis dalam hati, menertawakan nasib wanita cantik di hadapannya yang sebentar lagi akan menjadi salah satu korban kekejaman tuannya.Wanita itu kemudian menoleh dan menatap Richard tajam. Namun Richard tak menghiraukan itu. la pun meminta wanita itu untuk mengikutinya.
Saat sudah sampai di depan kamar, Richard mempersilahkan wanita itu untuk masuk karena sang tuan sudah menunggunya di dalam.
Tanpa membuang waktu lagi, jari- jari lentik dengan kuku- kukunya yang diberi warna merah itu langsung meraih kenop pintu dan masuk ke dalam meninggalkan sang kepala pelayan yang masih berdiri di depan pintu dengan mulut yang menyeringai.
"Akhirnya kau datang juga, baby doll." adalah hal pertama yang menyambutnya saat ia pertama kali menginjakkan kakinya di kamar itu.
***
Aku dengan tak sabar menunggu kelinci santapanku datang. Beberapa kali aku menoleh ke arah pintu berharap pintu itu membuka dan kelinciku yang lezat muncul dari sana. Saat telingaku menangkap suara langkah- langkah kaki yang berjalan mendekat aku tak kuasa menahan seringaiku lebih lama lagi. Dan saat pintu terbuka segera aku bangkit dari dudukku untuk menghampiri kelinciku. Dan aku terkejut melihat penampilannya yang sangat menggiurkan. Aku hampir saja ingin menerkamnya langsung tapi sayangnya aku juga ingin bermain-main dulu.
"Akhirnya kau datang juga, baby doll." kataku manis sambil menuntunnya ke tengah-tengah ruangan.
Penampilannya saat ini benar-benar sangat pas untuk membuatnya masuk ke dalam daftar 'masterpiece'ku.
"Benar-benar murahan!" desisku dalam hati berbanding terbalik dengan bibirku yang mulai tersenyum semanis mungkin.
Mari kita lihat apakah suara teriakannya juga mampu membuatku puas seperti penampilannya.
“Ku lihat dirinya sudah mulai menatap tubuhku Lancang!" desis batinku.
Dan kubalas tatapannya itu dengan diriku yang langsung memeluk tubunya. Aku pun tak segan-segan menggores sedikit tangannya, tapi sepertinya kelinciku sangat menikmati perlakuan kasarku, terlihat dari suara erangan tertahannya. Hal itu semakin memacuku untuk segera menjadikannya salah satu 'masterpiece'ku.
Namun, pelukan kami terhenti saat ia tiba- tiba menjauh dengan wajah kaget dan takut. Matanya melotot menatap ke arah tanganku yang sedang menggenggam pisau kecil. Mungkin dinginnya pisau yang ku pegang membuatnya tersentak kaget.
Aku pun mulai mengeluarkan jurus mautku. Ku tatap matanya dengan penuh 'gairah' sambil berkata,
"Aku ingin sensasi baru, baby doll. Percayalah, aku tidak mungkin berani melukai kelinci kecilku yang manis." rayuku dengan tatapan memelas andalanku. Sesaat ia nampak diam dan berpikir, kemudian ia langsung melenggak- lenggok menghampiriku. Mau tak mau aku pun menyeringai dalam hati. Ku bawa, ah, lebih tepatnya kuseret ia ke atas ranjang, ia pun hanya terkikik kesenangan. la pasti berpikir bahwa saat ini aku sudah tidak sabar untuk memeluknya. Tanpa ia sadari seringaiku semakin lebar. Betapa memuakkannya!
Aku pun langsung menahan kedua tangannya di atas kepalanya.
"Oh, kelinci manisku." kataku manis.
Kemudian tanpa menunggu lebih lama lagi ku arahkan pisau kecilku ke leher jenjangnya yang mulus kemudian ku hujamkan pisau kecilku ke tenggorokannya dengan sangat dalam hingga darah segar muncrat ke wajahku. Wajahnya yang tadinya di liputi senyuman berubah pias dan matanya pun melotot menatapku tak percaya, aku pun langsung tertawa keras seperti orang gila. Lalu aku seret pisauku ke samping hingga luka di lehernya semakin lebar dan darah yang keluar pun semakin banyak. Ku diamkan sebentar hingga akhirnya Kathy pun mati. Ku hirup dalam- dalam aroma anyir darah yang menguar dari mayat Kathy.
Ah! Tapi aku belum puas!
Aku pun menyeringai sambil menatap wajah mulus Kathy. Ku arahkan pisau kecilku itu ke wajahnya perlahan dan hati- hati. Ku sayat tipis- tipis kulit halusnya hingga menyisakan daging kemerahan di dalamnya. Dan ketika selesai aku pun menatap dengan puas hasil 'masterpiece'ku yang sedikit lagi selesai. Sekarang hanya tinggal memotong-motong tubuhnya kecil-kecil agar mudah digiling oleh Richard nanti.
Tapi sebelum itu aku menoleh ke arah kamera yang sengaja ku pasang di sudut langit-langit kamar ini kemudian tersenyum manis menyadari pasti saat ini Altea ku tersayang sedang menatap layar handphonenya dengan tatapan melotot tak percaya atas pertunjukkan yang ku suguhkan secara gratis padanya ini. Kemudian untuk membuatnya semakin jatuh cinta padaku, aku mengambil darah Kathy kemudian mengoleskannya pada dinding membentuk tulisan
"Aku cinta kamu Altea. Kamu hanya milikku" dengan tanganku.
Aku pun tersenyum melihat hasil karyaku. Dengan begini Altea pasti tidak akan pernah pergi dari sisiku. Kemudian aku pun berjalan ke walk in closet untuk mengambil kapak yang akan kugunakan untuk memotong- motong tubuh Kathy sambil bersiul senang.
***
Setan alas!
Badut brengsek itu benar-benar. Aku segera berlari ke arah Maggie salah satu temanku yang sedang berada di dapur untuk memintanya menggantikanku dulu hari ini. Aku bilang padanya bahwa dosenku tiba- tiba meminta bertemu hari ini untuk membahas tesis yang bahkan belum ku buat sampai sekarang. Benar- benar sialan! Tapi untungnya Maggie percaya dan bahkan menyemangatiku. Maafkan aku, Maggie. Desahku dalam hati.
Setelah mengambil barang-barangku yang ku simpan di loker aku pun segera meninggalkan cafe milik Mrs. Andrea secepat kilat. Aku menelepon Mr. Joseph untuk meminta kejelasan atas apa yang baru saja aku lihat, tapi dia tidak mengangkatnya sama sekali. Membuatku menggeram frustasi seraya melontarkan makian kasar untuknya tak peduli kalau saat ini aku jadi bahan tontonan para pejalan kaki.
Namun, tiba- tiba aku dikejutkan dengan sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal berisikan sebuah alamat lengkap dengan kalimat rayuan manis yang terlihat memuakkan untukku yang kuyakini berasal dari Mr. Joseph. Aku pun langsung memberhentikan taksi dan segera memberitahukan alamat yang ku tuju. Taksi pun berjalan membelah jalanan London yang ramai.
Satu jam kemudian aku pun sampai di depan sebuah mansion mewah bergaya modern, tapi di mataku mansion mewah ini hanyalah kamuflase dari bentuk sarang iblis versi lebih modern. Mansion ini letaknya terpencil, tidak ada rumah- rumah lainnya sejauh mata memandang yang ada hanyalah hutan dan ladang jagung yang sudah menguning. Benar-benar lokasi yang strategis untuk bersembunyi.
Semilir angin meniupkan helai- helai rambutku saat aku melangkah masuk ke dalam mansion. Kedatanganku disambut oleh pria paruh baya yang memperkenalkan dirinya sebagai Richard, kepala pelayan di mansion ini. Aku pun hanya mengangguk sekilas padanya dan tanpa basa basi ia langsung mengantarku pada tuan iblisnya itu.
Kami menaiki tangga melingkar yang indah. Aku tak sempat dan tak ingin mengagumi interior mansion ini karena bagiku mau seindah apapun ini tak lebih dari sekedar neraka kamuflase.
Kami pun akhirnya sampai di depan sebuah ruangan dengan pintu ganda berwarna putih. Aku menyipitkan mataku.
"Ruangan apa ini, Mr. Richard?" tanyaku.
Entah aku salah lihat atau apa, tapi tadi aku menangkap gestur terkejut dari laki- laki paruh baya di depanku ini. Kemudian ia menoleh padaku dan menatapku dengan tatapan sulit diartikan.
"Tolong, Richard saja Miss Altea. Dan tuan memintamu untuk menunggu sebentar di dalam. la akan segera menemui anda setelah urusannya selesai." katanya datar.
"Kalau begitu saya mohon undur diri." katanya kemudian dan pergi setelah sebelumnya mengangguk sopan padaku.
Aku pun hanya tersenyum tipis menanggapi karena pikiranku berkecamuk soal kalimat setelah urusannya selesai yang dikatakan oleh Richard tadi. Urusan yang belum selesai itu pastilah berhubungan dengan pertunjukkan yang ia tunjukkan padaku tadi. Jadi alih-alih masuk aku justru berjalan ke bagian sayap kanan mansion.
Tapi seketika langkahku terhenti ketika mendengar suara tawa yang sangat familiar tidak jauh dari kamar tempat Richard mengantarkanku tadi. Aku pun berjalan mendekati pintu kamar itu. Meski awalnya ragu, akhirnya aku memberanikan diri untuk meraih dan memutar kenop pintunya.
Dan bau anyir darah yang amat pekat seketika menyambutku disusul pemandangan Mr. Joseph yang sedang memegang kapak dan seonggok tubuh seorang wanita yang sudah terpotong- potong sebagian berserakan di sekelilingnya. Sontak aku pun langsung menutup mulut dan memelototkan mataku menatap pemandangan yang ada di depanku.
"Bukankah sudah ku perintahkan kau untuk menunggu dulu, sayang?" katanya sambil tersenyum manis padaku.
Seketika rasa marah menjalar ke ubun- ubun ku dan rasanya ingin meledak. Aku benar-benar benci berada di posisi tidak berdaya seperti ini, ingin melawan tidak punya kekuatan tapi diam saja rasanya sama seperti bunuh diri. Aku mengepalkan kedua tanganku kuat- kuat tak peduli jika tanganku bisa terluka nanti. Rasanya seperti dijatuhi bom atom. Ini sudah di luar batas toleransiku.
"Kau membunuhnya hanya untuk membuatku mau menerimamu, berharap aku takut lalu akhirnya aku pun terpaksa mencintaimu." itu pernyataan bukan pertanyaan yang terlontar begitu saja dari mulutku. Aku pun terkejut aku belum meledak saat ini.
"Joseph." panggilku lalu tersenyum manis sambil berjalan mundur perlahan.
"Kau memang membuatku tidak punya pilihan lain selain---..." jeda yang sengaja kuberikan untuk membuatnya paham bahwa aku tak hanya sekedar marah padanya. Ku tatap manik biru nya dengan tatapan tajam menusuk.
"...membencimu." kataku dingin kemudian segera berlari menuju pintu keluar mansion.
Kali ini sudah kuputuskan kalau aku juga akan pergi dari negara ini. Sudah cukup bagiku, aku benci dipaksa dan aku benci membuat orang lain menjadi korban hanya gara- gara aku. Aku akan menghilang bersama kedua orang tuaku. Aku akan mengganti identitas kami kalau perlu. Dan akan ku lupakan semua memori sialan ini. Persetan dengan tesis atau gelar magisterku.
***
Mr. Joseph sempat terpaku sesaat setelah melihat tatapan dingin yang sarat dengan kebencian dari kedua mata Altea. Serasa ada ribuan jarum yang menusuk ulu hatinya membuat ia untuk pertama kali merasakan bumi yang dipijaknya goyah dan tanpa ia sadari setitik air mata terjun bebas ke salah satu tangannya membuatnya tersentak dan tersadar dari keterpakuannya.
"Tidak. Tidak. Tidak" teriaknya marah, la pun segera bangkit dan berlari mengejar Altea.
"Tutup semua pintu keluar! Jangan izinkan siapapun keluar dari mansion ini!" perintahnya pada Richard yang ia temui di bawah tangga yang segera di angguki cepat oleh Richard. Tanpa memedulikan apakah perintahnya segera dilaksanakan atau tidak ia terus berlari menuju pintu depan mansion dan berharap Altea belum keluar dari mansionnya.
Jarak antara tangga menuju lantai dua mansion dengan pintu keluar serasa sangat jauh bagi Mr. Joseph saat ini. la pun mengutuk mansionnya yang terlalu besar membuatnya sulit menggapai Altea. la benar- benar merasa tidak sanggup menjalani hidup jika Altea benar- benar menghilang dari hidupnya seperti apa yang tersirat di kedua mata indahnya tadi. Dan untuk pertama kalinya juga ia merasa tak berdaya dan tak aman. la ingin merengkuh Altea saat ini juga untuk memastikan kalau Altea masih ada disisinya, dan akan terus berada di sisinya.
Saat ia sudah mencapai pintu keluar netra birunya menangkap pemandangan paling melegakan seumur hidupnya. la melihat Altea. Altea masih disini bersamanya. Ia pun tersenyum kemudian berjalan menghampiri Altea yang sedang meronta di bawah cengkraman para bodyguard nya.
Dengan sekali sentakan tubuh Altea kini sudah berpindah ke pelukan Mr. Joseph. la pun memeluk erat tubuh Altea dan menciumi kepala gadis itu.
"Kau tahu, aku nyaris saja membantai habis seluruh penghuni mansion ini jika saja mereka tak berhasil menangkapmu." jelas Mr. Joseph seraya mengelus lembut surai cokelat terang milik Altea.
Namun....
"Ma-maaf tuan...." kata wanita yang berada di pelukan Mr. Joseph. Seketika Mr. Hemlock pun menarik paksa surai cokelat terang itu dan ternyata itu hanyalah wig. Gadis yang ia peluk ternyata bukanlah Altea melainkan salah satu pelayan di mansionnya. Habis sudah kesabaran Mr. Joseph. Kini wajahnya perlahan berubah menjadi putih pucat dan rambutnya pun mulai berubah menjadi merah bata. la pun tertawa gila sebelum melahap kepala pelayan wanita itu dengan sekali gigit. Suara tulang tengkorak yang remuk dan darah yang muncrat kemana- mana membuat para bodyguard Mr. Joseph mundur perlahan karena ketakutan melihat tuannya tiba- tiba berubah menjadi kanibal.
Tapi terlambat, sang badut kanibal itu mengarahkan kuku- kuku tangannya yang tajam dan besar untuk mencabik- cabik tubuh para bodyguardnya yang tak becus menangkap permainsurinya itu. Darah dan potongan daging pun berserakan di halaman depan mansion. Setelah selesai, kemudian ia berbalik untuk kembali ke dalam mansion sambil manjilati kuku-kukunya yang belepotan darah dengan seringai puas tersungging di bibirnya.
“Aku akan memburumu, permaisuriku.” Janjinya dalam hati.
****
Altea pun sampai di rumahnya, ia segera membereskan semua barang- barang dan bajunya dengan cepat lalu ia pun menelpon Ibunya.
“Ibu tolong pesankan tiket pesawat tercepat ke Indonesia, sekarang!!. Jangan bertanya apapun dulu, nanti setelah sampai disana aku akan menceritakannya” Ucap Altea panik
Lalu iapun segera mematikan teleponenya, dan kemudian kembali membereskan berkas- berkas pentingnya serta bajunya. Altea lalu segera pergi dari rumahnya untuk berjalan ke bandara. Di depan rumahya ternyata ada taksi, ia segera menaiki taksi itu.
“Tolong antarkan aku kebandara dengan cepat ya!” ucap Altea
Sang supir taxi pun menjawab “Baiklah.”
Epilog
Akhirnya Altea pun sampai di bandara, ia mengeluarkan paspor dan juga handphone nya untuk melihat tiket pesawatnya. Ia berjalan kearah loket penukaran e-tiket lalu langsung masuk ke dalam pesawat. Di dalam pesawat dari Belanda menuju Indonesia, lebih tepatnya di Bali memakan waktu sekitar 6 jam. Selama di perjalanan akhirnya Altea baru bisa merasa lega. Karena ia sudah meninggalkan dataran eropa. Saat di Indonesia ia akan mencoba melupakan tentang Mr. Joseph dan memulai hidup baru.
****
Akhirnya setelah 6 jam perjalanan dari Amsterdam ke Bali, Altea sampai di Bali dengan selamat. Saat ia sampai di gerbang kedatangan, Ibu dan Ayahnya sudah menunggu nya di depan. Altea langsung berlari memeluk Ayah dan Ibunya sambil berucap
“Ibu, Ayah aku rindu sekali! Sudah lama rasanya kita tidak bertemu” ucapnya
“Mengapa kamu tiba- tiba ingin ke Indonesia nak?, Apakah terjadi sesuatu?” tanya Ibunya
“Tentu saja terjadi, aku akan ceritakan sambil kita jalan ke rumah saja” ucap Altea
“Baiklah” jawab Ibunya
Mereka pun akhirnya sudah diperjalanan, Altea pun menceritakan semua yang terjadi padanya saat di Amsterdam.
“Kasihan sekali kamu nak, harus berhadapan dengan pria monster seperti itu.” Ucap Ibunya
“Mulailah hidup baru disini, dan melanjutkan pasca sarjana mu yang tertunda ya nak!” ucap Ibunya lagi
“Tentu saja bu” jawab Altea
2 tahun pun berlalu....
Setelah 2 tahun akhirnya Altea menyelesaikan pasca sarjananya. Ia pun mendapatkan gelarnya yaitu Altea Quenzel, S.Psi., M.Psi. Ibunya sangat bangga sekali dengan pencapaian yang diraih oleh anaknya. Namun selama 2 tahun ini, Altea hanya sibuk belajar dan belajar. Ia tidak mau mencari kekasih, padahal umurnya sudah tak muda lagi. Altea seperti itu karena ia masih tidak bisa melupakan Mr. Joseph, mantan dosennya yang ada di Amsterdam. Namun ternyata tiba-tiba saja ada seseorang yang melamarnya, Alvero Geraldine teman semasa kecilnya saat ia berada di indonesia. Altea pun menerimanya karena memang sejak kecil ia sangat suka kepada teman kecil nya itu.
Merekapun akhirnya menikah dan mempunyai seorang anak bernama Joseph Geraldine. Nama itu Altea pilih karena sampai sesudah menikah dengan Alvero pun, Altea masih tidak bisa melupakan Mr Joseph.
-THE END-